PENYAKIT MENULAR
SEKSUAL
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit
Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual (Daili, 2007; Djuanda, 2007). Sejak tahun 1998, istilah STD
mulai berubah menjadi STI (Sexually Transmitted Infection), agar dapat
menjangkau penderita asimtomatik (Daili, 2009). Menurut WHO (2009), terdapat
lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat
ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan
adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid, herpes
genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B.
Dalam semua masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang
paling sering dari semua infeksi.
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab
pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki- laki dan
penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Dewasa
dan remaja (15- 24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual,
tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat.
Kasus- kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50%- 80% dari semua kasus
IMS yang ada di Amerika. Ini mencerminkan keterbatasan “screening” dan
rendahnya pemberitaan akan IMS.
Diperkirakan lebih dari 340 juta kasus baru dari IMS yang dapat disembuhkan
(sifilis, gonore, infeksi klamidia, dan infeksi trikomonas) terjadi setiap
tahunnya pada laki- laki dan perempuan usia 15- 49 tahun. Secara epidemiologi
penyakit ini tersebar di seluruh dunia, angka kejadian paling tinggi tercatat
di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti Afrika bagian Sahara, Amerika Latin,
dan Karibean. Jutaan IMS oleh virus juga terjadi setiap tahunnya, diantaranya
ialah HIV, virus herpes, human papilloma virus, dan virus hepatitis B
(WHO, 2007). Di Amerika, jumlah wanita yang menderita infeksi klamidial 3 kali
lebih tinggi dari laki- laki. Dari seluruh wanita yang menderita infeksi
klamidial, golongan umur yang memberikan kontribusi yang besar ialah umur 15-24
tahun (CDC, 2008). Di Indonesia sendiri, telah banyak laporan mengenai
prevalensi infeksi menular seksual ini. Beberapa laporan yang ada dari beberapa
lokasi antara tahun 1999 sampai 2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan
klamidia yang tinggi antara 20%-35% (Jazan, 2003). Selain klamidia, sifilis
maupun gonore , infeksi HIV/AIDS saat ini juga menjadi perhatian karena
peningkatan angka kejadiannya yang terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Jumlah
penderita HIV/AIDS dapat digambarkan sebagai fenomena gunung es, yaitu jumlah
penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil daripada jumlah sebenarnya. Hal ini
menunjukkan bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia yang sebenarnya belum
diketahui secara pasti. Diperkirakan jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada
akhir tahun 2003 mencapai 90.000 – 130.000 orang. Sampai dengan Desember 2008,
pengidap HIV positif yang terdeteksi adalah sebanyak 6.015 kasus. Sedangkan
kumulatif kasus AIDS sebanyak 16.110 kasus atau terdapat tambahan 4.969 kasus
baru selama tahun 2008. Kematian karena AIDS hingga tahun 2008 sebanyak 3.362
kematian (Depkes, 2009). Di Propinsi Sumatera Utara sendiri, dari 12.855.845
jumlah penduduk yang tercatat, ada sedikitnya 2947 yang menderita infeksi
menular seksual.
Penyakit menular seksual juga merupakan penyebab infertilitas yang
tersering, terutama pada wanita. Antara 10% dan 40% dari wanita yang menderita
infeksi klamidial yang tidak tertangani akan berkembang menjadi pelvic
inflammatory disease .
Dari data dan fakta di atas, jelas bahwa infeksi menular seksual telah
menjadi problem tersendiri bagi pemerintah. Tingginya angka kejadian infeksi
menular seksual di kalangan remaja dan dewasa muda, terutama wanita, merupakan
bukti bahwa masih rendahnya pengetahuan remaja akan infeksi menular seksual.
Wanita dalam hal ini sering menjadi korban dari infeksi menular seksual. Hal
ini mungkin disebabkan masih kurangnya penyuluhan- penyuluhan yang diakukan
oleh pemerintah dan badan-badan kesehatan lainnya. Tidak adanya mata pelajaran
yang secara khusus mengajarkan dan memberikan informasi bagi murid sekolah
menengah atas, terutama siswi, juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka
kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang
telah diuraikan diatas maka adapun rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana definisi penyakit menular seksual ?
2. Bagimana
patofisiologi penyakit menular seksual ?
3. Bagaimana
etiologi penyakit menular seksual ?
4. Bagaimana
gejala penyakit menular seksual ?
5. Bagaimana
pencegahan penyakit menular seksual ?
6. Apa dan
bagaimana jenis – jenis penyakit menular seksual ?
C. Tujuan
Berdasarkan dari rumusan masalah yang
telah diuraikan diatas maka adapun tujuan penulisan sebagai berikut :
1.
Mengetahui tentang definisi penyakit menular
seksual.
2. Mengetahui
tentang patofisiologi penyakit menular seksual.
3. Mengetahui
tentang etiologi penyakit menular seksual.
4. Mengetahui
tentang gejala penyakit menular seksual.
5. Mengetahui
tentang pencegahan penyakit menular seksual.
6. Mengetahui
tentang jenis – jenis penyakit menular seksual.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Penyakit Menular Seksual
Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah
penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks. Penyakit menular seksual (PMS)
atau kadang-kadang disebut infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang
menyebar melalui hubungan seks. Orang awam
lebih sering menyebutnya penyakit kelamin. PMS ditularkan melalui pertukaran
cairan tubuh. Selain melalui kontak seksual, PMS juga dapat menular lewat
penggunaan bersama jarum suntik dan dari
ibu ke anak sebelum, selama atau setelah persalinan.
PMS terutama berisiko pada mereka yang
berganti-ganti pasangan. Semakin sering anda berganti pasangan, semakin besar
risiko anda terinfeksi PMS. Risiko PMS dapat dikurangi dengan perilaku seks
yang aman.
PMS memengaruhi baik pria maupun wanita.
Namun, masalah kesehatan dan konsekuensi jangka panjang PMS cenderung lebih
parah pada wanita. Beberapa PMS dapat menyebabkan infeksi radang panggul, abses
tuba falopi/ovarium, dan parut organ reproduksi yang dapat menyebabkan kehamilan
ektopik (kehamilan di luar rahim), infertilitas dan bahkan
kematian.
B. Patofisiologi Penyakit Menular Seksual
Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat
menjalar dan menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan dan
bahkan kematian. Wanita lebih beresiko untuk terkena PMS lebih besar daripada
laki-laki sebab mempunyai alat reproduksi yang lebih rentan. Dan seringkali
berakibat lebih parah karena gejala awal tidak segera dikenali, sedangkan
penyakit melanjut ke tahap lebih parah.
Oleh karena letak dan bentuk kelaminnya yang agak
menonjol, gejala PMS pada laki-laki lebih mudah dikenali, dilihat, dan
dirasakan. Sedangkan pada perempuan sebagian besar gejala yang timbul hampir
tak dapat dirasakan.
Cara penularan Penyakit Menular Seksual ini terutama
melalui hubungan seksual yang tidak terlindungi, baik pervaginal, anal, maupun
oral. Cara penularan lainnya secara perinatal, yaitu dari ibu ke bayinya, baik
selama kehamilan, saat kelahiran ataupun setelah lahir. Bisa melalui transfuse
darah atau kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah. Perilaku seks yang dapat mempermudah
penularan PMS adalah :
1.
Berhubungan
seks yang tidak aman (tanpa menggunakan kondom).
2.
Gonta-ganti
pasangan seks.
3.
Prostitusi.
4.
Melakukan
hubungan seks anal (dubur), perilaku ini akan menimbulkan luka atau radang
karena epitel mukosa anus relative tipis dan lebih mudah terluka dibanding
epitel dinding vagina.
C. Etiologi Penyakit Menular Seksual
Penyakit menular seksual dapat diklasifikasikan
berdasarkan agen penyebabnya, yakni:
1.
Dari
golongan bakteri, yakni Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Chlamydia
trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis,
Salmonella sp, Shigella sp, Campylobacter sp, Streptococcus group B, Mobiluncus
sp.
2.
Dari
golongan protozoa, yakni Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica,
Giardia lamblia,
3.
Dari
golongan virus, yakni Human Immunodeficiency Virus(tipe 1 dan 2), Herpes
Simplex Virus (tipe 1 dan 2), Human papiloma Virus, Cytomegalovirus,
Epstein-barr virus, Molluscum contagiosum virus,
4.
Dari golongan
ektoparasit, yakni Phthirus pubis dan Sarcoptes scabei.
D. Gejala Penyakit Menular Seksual
1.
Keluar Cairan/keputihan yang tidak
normal dari vagina atau penis. Pada wanita, terjadi peningkatan keputihan.
Warnanya bisa menjadi lebih putih, kekuningan, kehijauan, atau kemerah mudaan. Keputihan bisa memiliki
bau yang tidak sedap dan berlendir.
2.
Pada
pria, rasa panas seperti terbakar atau sakit selama atau setelah kencing,
biasanya disebabkan oleh PMS. Pada wanita, beberapa gejala dapat disebabkan
oleh PMS tapi juga disebabkan oleh infeksi kandung kencing yang tidak
ditularkan melalui hubungan seksual.
3.
Luka
terbuka dan atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut. Luka
tersebut dapat terasa sakit atau tidak.
4.
Tonjolan
kecil-kecil (papules) disekitar alat kelamin
5.
Kemerahan
di sekitar alat kelamin
6.
Pada
pria, rasa sakit atau kemerahan terjadi pada kantung zakar
7.
Rasa
sakit diperut bagian bawah yang muncul dan hilang, dan tidak berhubungan dengan
menstruasi
8.
Bercak
darah setelah hubungan seksual
9.
Anus
gatal atau iritasi.
10.
Pembengkakan
kelenjar getah bening di selangkangan.
11.
Nyeri
di paha atau perut lebih rendah.
12.
Pendarahan
pada vagina .
13.
Nyeri
atau pembengkakan testis.
14.
Pembengkakan
atau kemerahan dari vagina.
15.
Nyeri
seks.
16.
Pendarahan dari vagina selain selama
periode bulanan.
E. Pencegahan Penyakit Menular Seksual
Beberapa
cara yang bisa dilakukan dalam rangka pencegahan penyakit menular seksual
adalah:
1.
Bersikap
setia dengan pasangan
Katanya,
yang menjadi penyebab dari penyakit menular seksual adalah karena
berganti-ganti pasangan. Berganti-ganti pasangan merupakan salah satu tren yang
saat ini sudah mewabah masyarakat kota besar. Banyak yang berpendapat bahwa
semakin sering berganti-ganti pasangan maka kualitas seseorang dalam
berhubungan dengan lawan jenis akan semakin modern orang tersebut.
Pemikiran-pemikiran seperti itulah yang mendorong seseorang untuk terjun pada
dunia hitam bernama pergaulan bebas. pencegahan penyakit menular seksual adalah
dengan menghindari pergaulan bebas dan bersikap setia dengan pasangan, terlebih
pasangan halal. Ingatlah akan dampak yang akan diterima ketika keinginan untuk
melakukan penyimpangan tersebut ada. dengan cara bersikap setia pada pasangan
merupakan salah satu antisipasi agar banyak orang yang terhindar dari PMS. Apa
susahnya bersikap setia dengan pasangan? terlebih bila hal tersebut bermanfaat
bagi kita semua. Benar bukan?
2.
Memastikan
jarum suntik yang kita pakai steril (ketika kita butuh untuk disuntik)
Pencegahan
penyakit menular seksual yang berikutnya adalah dengan cara memastikan jarum
suntik yang kita pakai steril dan tidak pernah dipakai oleh orang yang mengidap
PMS. Selain tertular lewat hubungan seksual, PMS juga ditularkan melalui jarum
suntik yang habis dipakai oleh pengidap PMS. Bagaimana cara memastikan bahwa
jarum suntik yang kita pakai di rumah sakit tersebut steril? Sebagai pasien, kita berhak bertanya kepada
dokter apakah jarum suntik yang dipakai steril. Jangan segan-segan untuk
meminta jarum suntik yang steril karena hal tersebut adalah hak kita sebagai
pasien.
3.
Menjaga
kesehatan organ intim
Pencegahan
penyakit menular seksual berikutnya adalah berusaha untuk tetap membersihkan
organ intim dan menjaga kesehatannya. Kadang-kadang kita mungkin sering
sembrono dengan membiarkan begitu saja atau dibersihkan ala kadarnya atas organ
intim kita. Padahal tentunya organ intim membutuhkan penanganan dan perawatan khusus.
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Itu sebabnya pencegahan penyakit menular seksual merupakan langkah yang paling tepat daripada mengobati. Pencegahan artinya waspada sedangkan mengobati berarti memperbaiki sesuatu yang sudah rusak.
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Itu sebabnya pencegahan penyakit menular seksual merupakan langkah yang paling tepat daripada mengobati. Pencegahan artinya waspada sedangkan mengobati berarti memperbaiki sesuatu yang sudah rusak.
F.
Jenis – Jenis
Penyakit Menular Seksual
1.
HIV/AIDS
a.
Definisi HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah
marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya
nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau
limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh
manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar
antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu
(misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin
menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007c).
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae.
Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse
transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan
menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup,
yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan
masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara
kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di
seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang
berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam
sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam
kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai
dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun
jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein,
2006).
b.
Etiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS. Virus ini termaksuk dalam
retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari
HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus
ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag,
pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang
penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu
protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus
terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi
pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev
dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev membantu
keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi
produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks,
2005).
c.
Mekanisme Penyakit
1) Tahap Pre Patogenesis
Tahap pre patogenesis tidak
terjadi pada penyakit HIV AIDS. Hal ini karena penularan penyakit HIV
terjadi secara langsung (kontak langsung dengan penderita). HIV dapat
menular dari suatu satu manusia ke manusia lainnya melalui kontak cairan pada
alat reproduksi, kontak darah (misalnya trafusi darah, kontak luka, dll),
penggunaan jarum suntik secara bergantian dan kehamilan.
2) Tahap Patogenesis
Pada fase ini virus akan
menghancurkan sebagian besar atau keseluruhan sistem imun penderita dan
penderita dapat dinyatakan positif mengidap AIDS. Gejala klinis pada orang
dewasa ialah jika ditemukan dua dari tiga gejala utama dan satu dari lima
gejala minor. Gejala utamanya antara lain demam berkepanjangan, penurunan berat
badan lebih dari 10% dalam kurun waktu tiga bulan, dan diare kronis selama
lebih dari satu bulan secara berulang-ulang maupun terus menerus. Gejala
minornya yaitu batuk kronis selama lebih dari 1 bulan, munculnya Herpes zoster
secara berulang-ulang, infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh
Candida albicans, bercak-bercak gatal di seluruh tubuh, serta pembengkakan
kelenjar getah bening secara menetap di seluruh tubuh. Akibat rusaknya sistem
kekebalan, penderita menjadi mudah terserang penyakit-penyakit yang disebut
penyakit oportunitis. Penyakit yang biasa menyerang orang normal seperti flu,
diare, gatal-gatal, dan lain-lain. Bisa menjadi penyakit yang mematikan di
tubuh seorang penderita AIDS.
3) Tahap Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu
yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan
gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat
mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan
gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV.
Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat tedeteksi dengan
pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV. Selama
masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada
orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa
inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala
sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini.
4) Tahap Penyakit Dini
Penderita mengalami demam
selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus
HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap
sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebalan tubuhnya menurun/ lemah
hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk
mendapat kepastian adalah dengan menjalani uji antibody HIV terutamanya jika
seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang beresiko terkena virus HIV.
5) Tahap Penyakit Lanjut
Pada tahap ini penderita sudah
tidak bias melakukan aktivitas apa-apa. Penderita mengalami nafas pendek, henti
nafas sejenak, batuk serta nyeri dada. Penderita mengalami jamur pada rongga
mulut dan kerongkongan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central
mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak
kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada sistem persyarafan ujung
(peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki,
reflek tendon yang kurang selalu mengalami tensi darah rendah dan impotent.
Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau cacar api
(herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri
pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada
kulit (folliculities), kulit kering berbercak-bercak.
6) Tahap Post Patogenesis (Tahap Penyakit Akhir)
Fase ini merupakan fase
terakhir dari perjalanan penyakit AIDS pada tubuh penderita. Fase akhir dari
penderita penyakit AIDS adalah meninggal dunia.
d.
Mekanisme Penularan Penyakit
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu
(KPA, 2007).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual,
kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa
kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu).
1) Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama
berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut)
antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang
tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2) Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus
HIV.
3) Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk
ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau
pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika
melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja
(tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4) Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut
disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
5) Melalui transplantasi organ pengidap HIV.
6) Penularan dari ibu ke anak.
7) Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung,
dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
e.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai
penyakit berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur
muda karena sebagian besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal
dari ibu ke anak. Lima puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan
82% berumur <3 tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV
secara vertikal belum memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh
mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun
berupa manifestasi nonspesifik berupa gagal tumbuh, berat badan menurun,
anemia, panas berulang, limfadenopati, dan hepatosplenomegali. Gejala yang
menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi oportunistik,
yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak
memberikan penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun,
terutama imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada
organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering
berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat menyebar
ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis carinii, radang paru karena
mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium
tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas pada
paru dan otak. Anak sering juga menderita diare berulang.
f.
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Program pencegahan penularan dan penyebaran HIV lebih dipusatkan pada
pendidikan masyarakat mengenai cara-cara penularan HIV. Dengan demikian,
masyarakat (terutama kelompok perilaku resiko tinggi) dapat mengubah kebiasaan
hidup mereka sehingga tidak mudah terjangkit HIV. Dan upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk menghindari HIV/AIDS adalah sebagai berikut :
1) Membiasakan Diri dengan Perilaku Seks yang Sehat
Sebagian besar penularan HIV terjadi melalui hubungan seksual. Oleh karena
itu, membiasakan diri dengan perilaku seks yang sehat dapat menjauhkan diri
dari penularan HIV. Misalnya, dengan tidak berhubungan seks di luar nikah,
tidak berganti-ganti pasangan, dan menggunakan pengaman (terutama pada kelompok
perilaku beresiko tinggi) sewaktu melakukan aktivitas seksual.
2) Menggunakan Jarum Suntik dan Alat-alat Medis yang
Steril
Para tenaga medis hendaknya memperhatikan alat-alat kesehatan yang mereka
gunakan. Jarum suntik yang digunakan harus terjamin sterilitasnya dan sebaiknya
hanya sekali pakai. Jadi, setiap kali menyuntik pasien, seorang tenaga medis
harus memakai jarum suntik yang haru. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
penularan HIV melalui jarum suntik. Selain itu, penggunaan sarung tangan lateks
setiap kontak dengan cairan tubuh juga dapat memperkecil peluang penularan HIV.
3) Menjauhi Segala Bentuk Penggunaan Narkoba
Para pangguna narkoba sangat rentan tertular HIV, terutama pengguna narkoba
suntik. Fakta menunjukkan bahwa penyebaran HIV di kalangan pengguna narkoba
suntik tiga sampai lima kali lebih cepat dibanding perilaku resiko lainnya.
4) Tidak Terima Transfusi Darah dari Orang yang
Mengidap HIV
Pemeriksaan medis yang ketat pada setiap transfusi darah dapat mencegah
penularan HIV. Sebelum transfusi darah berlangsung, para ahli kesehatan
sebaiknya melakukan tes HIV untuk memastikan bahwa darah yang akan didonorkan
bebas dari HIV.
5) Menganjurkan Wanita Pengidap HIV untuk Tidak Hamil
Meskipun hamil adalah hak setiap wanita, namun bagi wanita pengidap HIV
dianjurkan untuk tidak hamil. Sebab, wanita hamil pengidap HIV dapat menularkan
virus kepada janin yang dikandungnya. Jika ingin hamil, sebaiknya mereka selalu
berkonsultasi.
Program penanggulangan HIV/AIDS yaitu lewat jalur pendidikan mempunyai arti
yang sangat strategis karena besarnya populasi remaja di jalur sekolah dan
secara politis kelompok ini adalah aset dan penerus bangsa. Salah satu kelompok
sasaran remaja yang paling mudah dijangkau adalah remaja di lingkungan sekolah
(closed community) (Muninjaya, 1998).
Keimanan dan ketaqwaan yang lemah serta tertekannya jiwa menyebabkan remaja
berusaha untuk melarikan diri dari kenyataan hidup dan ingin diterima dalam
lingkungan atau kelompok tertentu. Oleh karena itu diperlukan peningkatan
keimanan dan ketaqwaan melalui ajaran-ajaran agama. (BNN, 2009)
Sebagian masyarakat Indonesia menggangap bahwa seks masih merupakan hal
yang tabu. Termasuk diantaranya dalam pembicaraan, pemberian informasi dan
pendidikan seks. Akibatnya jalur informasi yang benar dan mendidik sulit
dikembangkan (Zulaini, 2000).
Cara-cara mengurangi resiko penularan AIDS antara lain melalui seks aman
yaitu dengan melakukan hubungan seks tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam
vagina, anus, ataupun mulut.
2.
Sifilis
a.
Definisi Penyakit Sifilis
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema
pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang
hampir semua alat tubuh.
Penyakit sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun
walaupun frekuensi penyakiti ini mulai menurun, tapi masih merupakan penyakit
yang berbahaya karena dapat menyerang seluruh organ tubuh termasuk sistem
peredaran darah, saraf dan dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi yang di
kandungnya. Sehingga menyebabkan kelainan bawaan pada bayi tersebut. Sifilis
sering disebut sebagai “Lues Raja Singa”.
b.
Distribusi Frkuensi
Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis
mencapai 5.000 – 10.000 kasus per tahun. Sementar di Cina, laporan menunjukkan
jumlah kasus yang diaporkan naik dari 0,2 per 10.000 jiwa pada tahun 1993
menjadi 5,7 kasus per 100.000 jiwa pada tahun 2005. di Amerika Serikat,
dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis tiap tahunnya, dan angka sebenarnya
diperkirakan lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi kepada lelaki. Penyakit menular sexual (PMS) didunia kesehatan sekarang sudah banyak
dibahas dan menjadi percakapan. Hali ini dikarenakan semakin bertambahnya
penderita PMS. Baik menimpa secara langsung maupun tidak langsung.
c.
Etiologi
Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk
golongan Spirochaeta dan genus treponema yang berbentuk seperti spiral dengan
panjang antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan
mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa melakukan gerakan
seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah dimatikan oleh sabun,
oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang disimpan dalam
lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat
ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar.
d.
Gejala
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi.
Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan
jantung, kerusakan otak maupun kematian. Gejala lainnya adalah merasa tidak
enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia. Sedangkan
pada fase laten dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa
berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang
hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius kembali
muncul. Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan; sebelum
perkembangan tes serologikal.
e.
Mekanisme Penyakit
1) Tahap 1
9-90 hari setelah terinfeksi.
Timbul: luka kecil, bundar dan tidak sakit chancre- tepatnya pada kulit yang
terpapar/kontak langsung dengan penderita. Chancre tempat masuknya penyakit
hampir selalu muncul di dalam dan sekitar genetalia, anus bahkan mulut. Pada
kasus yang tidak diobati (sampai 1 tahun berakhir), setelah beberapa minggu,
chancre akan menghilang tapi bakteri tetap berada di tubuh
penderita.
2) Tahap 2
1-2 bulan kemudian, muncul
gejala lain: sakit tenggorokan, sakit pada bagian dalam mulut, nyeri otot,
demam, lesu, rambut rontok dan terdapat bintil. Beberapa bulan kemudian akan
menghilang. Sejumlah orang tidak mengalami gejala lanjutan.
3) Tahap 3
Dikenal sebagai tahap akhir
sifilis. Pada fase ini chancre telah menimbulkan kerusakan fatal dalam tubuh
penderita. Dalam stase ini akan muncul gejala: kebutaan, tuli, borok pada
kulit, penyakit jantung, kerusakan hati, lumpuh dan gila.
f.
Mekanisme Penularan Penyakit
Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain
seperti kontak langsung dan kongenital sifilis
(penularan melalui ibu ke anak dalam uterus). Luka terjadi terutama pada alat
kelamin eksternal, vagina, anus, atau di dubur. Luka juga dapat terjadi di
bibir dan dalam mulut, Wanita hamil dengan penyakit ini dapat terbawa ke bayi.
Spirochaeta penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang
lain melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks
oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama
masa kehamilan.
Harus terjadi kontak langsung dengan kulit orang yang telah terinfeksi
disertai dengan lesi infeksi sehingga bakteri bisa masuk ke tubuh manusia. Pada
saat melakukan hubungan seksual (misal) bakteri memasuki vagina melalui sepalut
lendir dalam vagina, anus atau mulut melalui lubang kecil. Sifilis sangan
infeksius pada tahap 1 dan 2. selain juga dapat disebarkan per-plasenta.
g.
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Sama seperti penyakit menular seksual lainnya, sifilis dapat di cegah
dengan cara melakukan hubungan seksual secara aman misalkan menggunakan kondom. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular
penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain :
1) Tidak berganti-ganti pasangan.
2) Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan
‘protective sex’.
3) Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah
yang sudah terinfeksi.
3.
Penyakit Gonore
a.
Definisi Penyakit Gonore
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum
dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).
Gonore (GO) adalah penyakit Menular Seksual yang
paling sering terjdi dan paling mudah terjadi.
Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan secara langsung dari seseorang ke
orang lain melalui kontak seks. Namun penyakit gonore ini dapat juga
ditularkan melalui ciuman atau kontak badan yang dekat. Kuman patogen
tertentu yang mudah menular dapat ditularkan melalui makanan, transfusi darah,
alat suntik yang digunakan untuk obat bius.
b.
Distribusi Frekuensi
Infeksi gonore ditularkan melalui
hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada janin pada saat proses kelahiran
berlangsung. Walaupun semua golongan rentan terinfeksi penyakit ini, tetapi
insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di antara populasi wanita
pada tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6 per
100.000) sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada
usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000). Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada
tiap – tiap negara berkembang. Di Swedia, insiden gonore dilaporkan sebanyak
487/100.000 orang yang menderita pada tahun 1970. Pada tahun 1987 dilaporkan
sebanyak 31/100.000 orang yang menderita, pada tahun 1994 dilaporkan penderita
gonore semakin berkurang yaitu hanya sekitar 31/100.000 orang yang menderita.
Di Amerika Serikat, insiden dari kasus gonore mengalami penurunan. Di dunia
diperkirakan terdapat 200 juta kasus baru setiap tahunnya.
c.
Etiologi
Gonore adalah penyakit
menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi
lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih
mata (konjungtiva).
Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke
bagian tubuh lainnya, terutama kulit dan persendian.Pada wanita, gonore bisa
naik ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga
timbul nyeri panggul dan gangguan reproduksi.
d.
Gejala
Gejala dari penyakit ini tebagi atas dua yaitu gejala yang terdapat pada
laki – laki dan perempuan, dimana gejala tersebut adalah sebagai berikut :
1) Gejala pada laki – laki
a) Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam
waktu 2-7 hari setelah terinfeksi.
b) Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada
uretra, yang beberapa jam kemudian diikuti oleh nyeri ketika berkemih dan
keluarnya nanah dari penis.
c) Penderita sering berkemih dan merasakan desakan
untuk berkemih, yang semakin memburuk ketika penyakit ini menyebar ke uretra
bagian atas. Lubang penis tampak merah dan membengkak.Pada wanita, gejala awal
bisa timbul dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi.
2) Gejala pada wanita
a) Penderita wanita seringkali tidak menunjukkan
gejala selama beberapa minggu atau bulan, dan diketahui menderita penyakit ini
hanya setelah mitra seksualnya tertular.
b) Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan.
Tetapi beberapa penderita menunjukkan gejala yang berat, seperti desakan untuk
berkemih, nyeri ketika berkemih, keluarnya cairan dari vagina dan demam.
c) Infeksi bisa
menyerang leher rahim, rahim, saluran telur, indung telur, uretra dan rektum;
menyebabkan nyeri pinggul yang dalam atau nyeri ketika melakukan hubungan
seksual.
d) Nanah yang keluar bisa berasal dari leher rahim,
uretra atau kelenjar di sekitar lubang vagina.
e) Wanita dan pria homoseksual yang melakukan
hubungan seksual melalui anus (lubang dubur) bisa menderita gonore pada
rektumnya.
f) Penderita merasakan tidak nyaman di sekitar
anusnya dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah di sekitar anus tampak merah
dan kasar, tinjanya terbungkus oleh lendir dan nanah.
g) Pada pemeriksaan dengan anaskop akan tampak
lendir dan cairan di dinding rektum penderita.
h) Melakukan hubungan seksual melalui mulut (oral
sex) dengan seorang penderita gonore bias menyebabakn gonore pada tenggorokan
(faringitis gonokokal).
i)
Biasanya
infeksi ini tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang menyebabkan nyeri
tenggorokan dan gangguan menelan.
j)
Jika cairan
yang terinfeksi mengenai mata maka bisa terjadi infeksi mata luar
(konjungtivitis gonore).
k) Bayi baru lahir bisa terinfeksi oleh gonore dari
ibunya selama proses persalinan, sehingga terjadi pembengkakan pada kedua
kelopak matanya dan dari matanya keluar nanah.
l)
Pada dewasa,
bisa terjadi gejala yang sama, tetapi seringkali hanya 1 mata yang terkena.
m) Jika infeksi ini tidak diobati bisa terjadi
kebutaan.
e.
Cara Penularan Penyakit
Orang yang terkena gonore umumnya tertular pertama kali dengan orang yang
terinfeksi saat melakukan hubungan seksual melalui vagina, oral, anus.
Sedangkan kontak non seksual terjafi pada ibu hamil yang terkena gonore
kemudian menularkan pada anaknua saat prose persalinan. Bakteri ini
masuk melalui lapisam dalam uretra (saluran kemih), leher rahim, rektum (jalur
usus besar ke anus) dan tenggorokkan atau bagian putih mata (konjungtiva).
Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama
kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa naik ke saluran kelamin dan
menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga timbul nyeri panggul dan gangguan
reproduksi.
f.
Manifestasi Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan mikroskopik terhadap nanah, dimana ditemukan bakteri penyebab
gonore.Jika pada pemeriksaan mikroskopik tidak ditemukan bakteri, maka
dilakukan pembiakan di laboratorium.Jika diduga terjadi infeksi tenggorokan
atau rektum, diambil contoh dari daerah ini dan dibuat biakan.
g.
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Satu-satunya cara untuk mencegah penyakit gonore ini adalah menghindari
gaya hidup aseks bebas dan selalu setia kepada pasangan. Dengan melakukan seks
bebas, kita bisa dengan mudah tertutar penyakit gonore ini. Oleh karena itu , untuk memutus rantai penyakit gonore ini,
kita tidak berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual. Karena
kita tidak pernah tahu seseorang tersebut menderita penyakit gonore maupun
penyakit menular seksual yang lainnya.
4.
Chlamydia
a.
Definisi
Chlamydia
dikenal sebagai “penyakit diam” karena sebagian besar orang terinfeksi tidak
memiliki gejala. Jika gejala terjadi, biasanya muncul dalam 1 sampai 3 bulan
setelah terkena. Pada wanita, awalnya bakteri menginfeksi serviks dan uretra
(saluran urin).
b.
Gejala
Gejala
yang dirasakan adalah sensasi terbakar ketika buang air kecil, gejala lainnya
sakit perut di bagian bawah, nyeri pinggang, mual, demam, merasa sakit saat
hubungan seksual, atau terjadi perdarahan antara periode menstruasi.
Pria
yang terinfeksi chlamydia juga akan merasakan sensasi terbakar ketika buang air
kecil, gatal-gatal di sekitar pembukaan penis, rasa nyeri dan terkadang terjadi
pembengkakan pada testis. Laki-laki atau perempuan yang melakukan hubungan
seksual anal reseptif bisa memperoleh infeksi klamidia di dubur, yang dapat
menyebabkan rasa sakit dubur, debit, atau pendarahan. Chlamydia juga dapat
ditemukan di tenggorokan perempuan dan laki-laki yang melakukan seks oral
dengan pasangan yang terinfeksi.
c.
Pemeriksaan
Penunjang Diagnostik
Untuk
mendiagnosis chlamydia dapat dilakukan tes laboratorium, beberapa tes urin,
yang mengharuskan spesimen dikumpulkan dari situs seperti penis atau leher
rahim. Isolasi C. trachomatis dalam spesimen klinis oleh deteksi antigen
spesifik atau asam nukleat.
d.
Etiologi
Chlamydial
Genital Infection (CGI) atau infeksi kelamin klamidia disebabkan oleh bakteri
obligat intraseluler Chlamydia trachomatis, immunotypes D melalui K. Faktor
risiko antara lain usia muda (kurang dari 25 tahun), seks dengan lebih dari
satu pasangan atau lebih, penggunaan kontrasepsi yang tidak konsisten, sejarah
sebuah Sexually Transmitted Diseases (STD), dan ras Afrika-Amerika.
e.
Cara Pencegahan
Secara
umum, langkah-langkah pencegahan yang dilakukan serupa dengan Penyakit Menular
Seksual (PMS) lainnya, yaitu:
1)
Pasien
dianjurkan untuk menghindari kontak seksual sementara, selama timbulnya gejala
penyakit.
2)
Pasien
didorong untuk memastikan kondisi seksual pasangan mereka.
3)
Pasien
dianjurkan untuk menghindari kegiatan seksual berisiko-tinggi, memakai kondom
dan menghindari beberapa mitra seksual.
4)
Penyuluhan
kesehatan dan pendidikan seks.
5)
Pemeriksaan
pada remaja putri yang aktif secara seksual harus dilakukan secara rutin.
Pemeriksaan perlu juga dilakukan terhadap wanita dewasa usia 25 tahun, terhadap
mereka yang mempunyai pasangan baru atau terhadap mereka yang mempunyai
beberapa pasangan seksual dan atau yang tidak konsisten menggunakan alat
kontrasepsi.
Cara
paling pasti untuk menghindari penularan PMS adalah menjauhkan diri dari kontak
seksual, atau berada dalam hubungan saling monogami jangka panjang dengan mitra
yang telah diuji dan diketahui tidak terinfeksi. Menggunakan Latex kondom bagi
laki-laki. Bila kontrasepsi (contohnya kondom) digunakan secara konsisten dan
benar, maka risiko penularan klamidia dapat dikurangi
f.
Cara Pengobatan
Setiap
gejala genital seperti debit, sakit yang tidak biasa dengan bau, rasa terbakar
saat buang air kecil, atau perdarahan di antara siklus menstruasi bisa berarti
infeksi PMS. Jika seorang wanita memiliki gejala-gejala tersebut, dia harus berhenti
melakukan hubungan seks dan berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan
dengan segera.
Chlamydia
dapat dengan mudah diobati dan disembuhkan dengan antibiotik. Dosis tunggal
azitromisin atau minggu doxycycline (dua kali sehari) adalah perawatan yang
paling umum digunakan. Semua pasangan seks harus dievaluasi, diuji, dan
diobati. Orang dengan klamidia harus menjauhkan diri dari hubungan seks sampai
mereka dan pasangan seks mereka telah menyelesaikan pengobatan.
5.
Trikomoniasis
a.
Definisi
Trikomoniasis
Trikomoniasis adalah salah satu tipe dari Vaginitis,
merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis,
biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, terutama sebagai Penyakit Menular
Sexual (PMS) dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah yang dapat
bersifat akut atau kronik dan pada wanita maupun pria, namun pada pria
peranannya sebagai penyebab penyakit masih diragukan. Trikomoniasis adalah PMS
yang dapat diobati yang paling banyak terjadi pada perempuan muda dan aktif
seksual. Diperkirakan, 5 juta kasus baru terjadi pada perempuan dan
laki-laki.
b.
Etiologi
Trikomoniasis disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis.
Trikomoniasis disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis.
1)
Cara
penyebaran trikomoniasis
Parasit ini menyebar melalui hubungan
seksual dengan orang yang sudah terkena trikomoniasis. Trikomoniasis menyerang
(uretra) saluran kemih pada pria namun biasanya tanpa gejala. Sedangkan pada
wanita, trikomoniasis lebih sering menyerang vagina. Resiko untuk terkena
penyakit ini tergantung aktivitas seksual orang tersebut.
2)
Beberapa
faktor resiko untuk terkena penyakit ini antara lain :
-
Jumlah
pasangan seksual selama hidupnya
-
Pasangan
seksual saat ini
-
Tidak
memakai kondom saat berhubungan seksual
-
Memakai
kontarsepsi oral (pil KB) dan IUD
c.
Patofisiologi
Trichomonas
vaginalis mampu menimbulkan peradangan pada dinding saluran urogenital dengan
cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan sub epitel. Masa tunas
rata-rata 4 hari sampai 3 minggu. Pada kasus yang lanjut terdapat bagian-bagian
dengan jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis dapat ditemukan di lapisan
subepitel yang menjalar sampai di permukaan epitel. Di dalam vagina dan uretra
parasit hidup dari sisa-sisa sel, kuman-kuman, dan benda lain yang terdapat
dalam sekret.
d.
Tanda dan Gejala
1)
Pada
wanita :
-
Dinding
vagina tampak kemerahan dan sembab (Strawberry Appearance)
-
Perdarahan
kecil – kecil pada permukaan serviks.
-
Didapatkan
rasa gatal dan panas di vagina.
-
Rasa
sakit sewaktu berhubungan seksual (dispareunia) mungkin juga merupakan keluhan
utama yang dirasakan penderita dengan trikomoniasis.
-
Dapat
juga mengalami perdarahan pasca sanggama dan nyeri perut bagian bawah.
-
Bila
sekret banyak yang keluar, dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar
bibir vagina.
-
Pada
kasus yang kronis, gejala lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak
berbusa.
2)
Pada
pria :
-
Biasanya
tidak memberikan gejala. Kalaupun ada, pada umumnya gejala lebih ringan
dibandingkan dengan wanita. Gejalanya antara lain
-
Iritasi
di dalam penis
-
Keluar
cairan keruh namun tidak banyak
-
Rasa
panas dan nyeri setelah berkemih atau setelah ejakulasi.
e.
Pencegahan
Karena
trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual, cara terbaik menghindarinya
adalah tidak melakukan hubungan seksual.
Beberapa cara untuk mengurangi tertularnya penyakit ini antara lain:
Beberapa cara untuk mengurangi tertularnya penyakit ini antara lain:
1)
Pemakaian
kondom dapat mengurangi resiko tertularnya penyakit ini.
2)
Tidak
pinjam meminjam alat-alat pribadi seperti handuk karena parasit ini dapat hidup
di luar tubuh manusia selama 45 menit.
3)
Bersihkan
diri sendiri segera setelah berenang di tempat pemandian umum.
6.
Chancroid (Ulkus
Mole)
a.
Definisi
chancroid adalah infeksi menular seksual yang ditandai dengan ulkus pada
daerah genetalia disertai dengan pembengkakan kelenjar limfe inguinal dan
penanahan yangdisebabkan oleh streptobacillus ducrey (haemophilus
ducreyi), bakteri tersebut mempunyai sifat mati pada suhu 500C
selama 1 jam dan mati dengan antiseptik.
b.
Patofisiologi
Setelah bakteri masuk ke dalam tubuh sekitar 7 hari muncul pustula yang
kemudian pecah dan meninggalkan ulkus yang dalam. Luka infeksi mengakibatkan
kematian jaringan di sekitarnya. Penyakit ditularkan secara langsung melalui
hubungan seksual, predileksi pada genital, jari mulut dan dada.
c.
Etiologi
Penyebabnya adalah streptobacillus ducrey (haemophilus
ducreyi) merupakan bakteri gram negative, anaerobic fakultatif, berbentuk
batang pendek dengan ujung bulat, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan
memerlukan hemin untuk pertumbuhannnya dan penyakit ini hanya mengenai orang
dewasa yang aktif serta mayoritas lebih pada kaum pria.
d.
Epidemiologi
Penyakit ini bersifat endemik dan tersebar di daerah tropik dan subtropik,
terutama dikota dan pelabuhan.Selain itu dapat terjadi di daerah yang memiliki
sarana kesehatan yangkurang misalnya di Afrika, Asia, dan Karibia. Di Afrika
bagian selatan dan timur, dimana yangmelakukan sirkumsisi agak rendah dan
prevalensi HIV yang tinggi, menyebabkan daerah iniendemik terhadap ulkus mole.
e.
Gejala
Setelah masa inkubasi satu hingga dua minggu, chancroid atau ulkus mole
menimbulkan benjolan kecil yang kemudian menjadi borok/lesi dalam satu hari dan
benjolan berwarna abu-abu kekuningan serta jika dilukai atau dikikis misal
dengan kuku maka akan keluar darah, terasa nyeri yang sangat hebat.
f.
Ciri khas ulkus mole
1) Bentuk bulat / lonjong
2) Kecil, multipel
3) Dikelilingi halo eritematosa & edematus
4) Berbentuk seperti cawan
5) Tepi ulkus tidak teratur / tidak rata
6) Dinding bergaung
7) Dasar ulkus - jaringan granulasi - mudah berdarah, isi sekret keruh,
tertutup sekret kotor berwarna kuning, jaringan nekrotik
8) Perabaan ulkus - lunak, tanpa indurasi, mudah berdarah & terasa nyeri
g.
Tempat predileksi lesi ulkus mole di daerah genital
|
Laki- laki
|
Wanita
|
|
Permukaan mukosa preputium bagian
dalam
Frenulum
Sulkus koronarius
Batang penis
Dalam uretra
Skrotum
Anus perineum
|
Labium mayus
Vulva
Klitoris
Fourchette
Vestibuli
Uretra
Serviks
Anus
|
Tempat predileksi lesi di daerah ekstra
genital
|
Lidah
|
Umbilikus
|
|
Jari tangan
|
Abdomen
|
|
Bibir
|
Pubis
|
|
Payudara
|
Paha
|
|
Konjungtiva
|
Dada
|
h.
Faktor Resiko
Banyak terdapat di daerah tropis dan subtropis. Kebersihan dan hygiene
berperan penting dalam penyebaran penyakit. Pria yang tidak disunat/khitan
memiliki risiko tiga kali dibanding pria yang disunat untuk kemungkinan terkena
penyakit ini. Mengidap Chancroid menjadi faktor risiko untuk tertular HIV
karena Chancroid membuka jalan bagi masuknya HIV ke dalam tubuh (melalui
iritasi pada kulit).
i.
Pencegahan
Gunakan kondom dengan cara yang benar dan jika ada kulit yang menutupi
kepala penis maka sebaiknya dihilangkan (disunat/khitan) untuk mengurangi
resiko terjangkit. Lebih baik lagi untuk pencegahan jangan berganti-ganti
pasangan seks karena penyakit ini banyak terjadi pada praktek-praktek
prostitusi.
j.
Pengobatan
Untuk pembaca umum jangan coba beli obat sendiri tanpa resep dokter karena
bisa membuat kuman resisten (kebal) terhadap obat. Harap ditanyakan pada dokter
atau medis yang berkompeten.
7.
Non-gonococcal
urethritis (NGU)
a.
Pengertian
Non-gonococcal
urethritis (NGU) adalah peradangan pada saluran kencing yang tidak disebabkan
oleh infeksi gonorrhea. Untuk
keperluan pengobatan, dokter biasanya mengklasifikasikan urethritis menular
dalam dua kategori: gonococcocal urethritis, yang disebabkan oleh gohneria; dan
non-gonococcal urethritis (NGU).
b.
Penyebab
1)
Bakteri
: Chlamydia
trachomatis,
Ureaplasma
urealyticum,
Haemophilus
vaginalis,
dan Mycoplasma
genitalium.
2)
Viral
: Herpes
simpleks (langka),
Adenovirus.
3)
Parasit
: Parasit
Trichomonas vaginalis
(langka).
4)
Noninfectious
: Cedera mekanis (dari urinary catheter atau cystoscope), iritasi akibat bahan
kimia tertentu (antiseptik atau spermicide (suatu substansi yang bisa membunuh
sperma)).
c.
Gejala
Gejala
urethritis dapat berupa rasa sakit atau sensasi terbakar setelah kencing
(dysuria), keluarnya cairan putih/keruh dari urinari dan perasaan ingin selalu
kencing. Untuk laki-laki, gejalanya berupa keluarnya cairan yang tidak biasa
dari penis, rasa terbakar atau perih ketika kencing, gatal, iritasi, atau
kesakitan, dan pada celana dalam bagian depan dapat dijumpai noda.
Pada
Perempuan, gejalanya berupa keluarnya cairan yang tidak biasa dari vagina, rasa
terbakar atau perih ketika kencing, dan infeksi anal atau mulut. Sakit
abdominal (di sekitar perut) dan pendarahan vagina yang abnormal mungkin
merupakan indikasi bahwa infeksi telah berkembang menjadi Pelvic Inflammatory
Disease (peradangan pada sekitar rahim). Namun demikian, kadang-kadang NGU
tidak menunjukkan gejala (khususnya pada perempuan).
d.
Diagnosis
Secara
historis, mudah untuk mengetahui keberadaan gonorea dengan melihat Gram’s stain
(metode empirik pembeda bakteri) cairan urethral di bawah mikroskop: organisme
kausatif yang berbeda adalah dalam rupa; namun metode ini hanya bekerja efektif
pada laki-laki, karena dalam vagina perempuan mikroba-mikroba non-patogen
gram-negatif menjadikan gambaran mikroskopis tampak sebagai flora normal. Oleh karena
itu, penyebab utama urethritis (pada laki-laki) dapat diidentifikasi dengan tes
sederhana.
NGU
didiagnosis jika seseorang dengan kondisi urethritis tidak memiliki tanda-tanda
keberadaan bakteri gonorea di tes laboratorium. Yang paling sering menyebabkan
NGU (23% -55% dari kasus) adalah Chlamydia. Oleh sebab itu diperlukan beberapa
tes untuk memastikan penyebab NGU itu.
e.
Pencegahan
Penggunaan
kondom (latex condom) yang konsisten dan benar, sangat mengurangi kemungkinan
penularan NGU.
f.
Pengobatan
Pengobatan
didasarkan pada resep dan penentuan antibiotik yang tepat tergantung pada
strain dari ureaplasma. Karena ini merupakan multi-kausatif alamiah, awal
pengobatan/terapi menggunakan strategi melibatkan berbagai antibiotik yang
efektif terhadap Chlamydia (seperti doxycycline). Adalah penting dalam
pengobatan ini juga melibatkan pasangan seksual (ikut diobati juga). Perempuan
yang terinfeksi organisme yang menyebabkan NGU dapat mengembangkan pelvic
inflammatory disease. Jika gejala berlanjut, tindak lanjut dengan urologist
mungkin diperlukan untuk mengetahui penyebabnya. Jika tidak diobati, komplikasi
dapat berupa epididymitis infertility (kemandulan).
8.
Moluskum Kontagiosum
a.
Definisi
Moluskum
kontagiosum merupakan suatu penyakit infeksi virus pada kulit yang disebabkan
oleh virus golongan poxvirus genus Molluscipox dengan wujud klinis
berupa benjolan pada kulit atau papul-papul multiple yang berumbilikasi di
tengah, mengandung badan moluskum, serta dapat sembuh dengan sendirinya.
b.
Etiologi
Moluskum
kontagiosum disebabkan oleh suatu virus dari golongan poxvirus. Dalam
taksonomi, virus ini termasuk dalam ordo Poxviridae, famili Chordopoxvirinae,
genus Molluscipox virus, spesies Molluscum contagiosum virus
(MOCV). Virus ini termasuk golongan double strained DNA (dsDNA).
Virion
dari MOCV ditemukan dengan struktur beramplop, berbentuk seperti bata dengan
ukuran 320x250x200 nm. Partikel virus ini terdiri dari 2 bentuk infeksius yang
berbeda, yaitu internal mature virus (IMV) dan external enveloped
virus (EEV).
Virus
ini memiliki struktur genome linier, dengan dsDNA kira-kira 190 kB, genome
linier diapit degan sekuens inverted terminal repeat (ITR) yang secara
kovalen saling terikat pada ujung-ujungnya.
Proses
replikasi virus ini terjadi di sitoplasma. Virus akan menyisip ke glycosaminoglycans
(GAGs) pada permukaan sel target atau oleh komponen matriks ekstraseluler,
kemudian memicu fusi membran, dan melepaskan inti virus ke dalam sitoplasma.
Pada fase awal, gen awal ditranskripsi di sitoplasma oleh polymerase RNA virus,
ekspresi gen awal akan terbentuk 30 menit pascainfeksi. Ekspresi paling akhir
adalah tidak terselubungnya inti virus dan genom virus sekarang sudah
benar-benar bebas di sitoplasma. Fase intermediet, gen intermediet akan
diekspresikan di sitoplasma, memicu terjadinya replikasi DNA genom kira-kira
100 menit pascainfeksi. Dan yang terakhir adalah fase akhir, gen akhir
diekspresikan dalam waktu 140 menit sampai dengan 48 jam pascainfeksi,
memproduksi struktur protein virus lengkap.
Pembentukan
virion progenik dimulai saat terdapat penyatuan antara membran internal sel
yang terinfeksi, dan menghasilkan partikel sferis imatur. Partikel ini kemudian
menjadi matur dengan menjadi struktur IMV yang menyerupai bata. Virion IMV
dapat dilepas melalui lisisnya sel, kemudian dapat memperoleh membran dobel
kedua dari trans-Golgi dan tunas yang kemudian dikenal sebagai EEV.
Menurut
subtipe MOCV, terdapat 4 subtipe, yaitu MOCV I, MOCV II, MOCV III, dan MOCV IV.
Subtipe MOCV I yang lebih sering menyebabkan infeksi, kira-kira sekitar 75-90%.
Sedangkan MOCV II, III, dan IV akan menyebabkan moluskum kontagiosum jika pada
orang-orang dengan keadaan imunitas immunocompromised.
c.
Penularan
Secara
umum, memang penularan moluksum kontagiosum adalah melalui kontak langsung dari
orang ke orang melalui barang-barang, seperti misalnya pakaian, handuk, alat
cuci atau alat mandi. Selain itu, moluskum kontagiosum juga dapat ditularkan
melalui kontak olahraga. Saat seseorang menyentuh lesi di suatu bagian tubuh,
kemudian dia menyentuhkannya ke bagian tubuh lainnya, makanya akan dapat
menyebarkan MOCV juga, proses ini disebut sebagai autoinokulasi. Jika yang
terkena adalah daerah wajah, saat mencukur kumis atau jenggot juga dapat
menyebarkan virus. Meskipun penularannya secara umum tergolong rendah, tetapi
tidak diketahui berapa lama seseorang yang terinfeksi dapat menularkan atau
menyebarkan virus tersebut. Tungau juga bisa menjadi kemungkinan
penyebaran virus penyebab moluskum kontagiosum.
Jika
terdapat suatu kejadian luar biasa atau wabah moluskum kontagiosum, maka perlu
diperhatikan beberapa kemungkinan penularannya, yaitu :
1)
Kolam
renang
2)
Kontak
saat olahraga (misalnya gulat)
3)
Proses
pembedahan (tangan seorang ahli bedah yang terkena moluskum kontagiosum)
4)
Proses
tato
5)
Hubungan
seksual; lesi moluskum kontagiosum oleh karena hubungan seksual biasanya
berkembang dalam jangka waktu 2-3 bulan setelahnya. Jika ada anak-anak dengan
lesi moluskum kontagiosum di daerah genital, maka bisa curiga ke arah kekerasan
seksual pada anak.
d.
Patogenesis
Inkubasi
rata-rata moluskum kontagiosum adalah 2-7 minggu, dengan kisaran ekstrim sampai
6 bulan. Infeksi dan infestasi MOCV menyebabkan hyperplasia dan hipertrofi
epidermis. Inti virus bebas dapat ditemukan pada epidermis. Jadi pabrik MOCV
berlokasi di lapisan sel granular dan malphigi. Badan moluskum banyak
mengandung virion MOCV matur yang banyak mengandung struktur collagen-lipid-rich
saclike intraseluler yang diduga berperan penting dalam mencegah reaksi
sistem imun host untuk mengenalinya. Ruptur dan pecahnya sel yang
mengandung virus terjadi pada bagian tengah lesi. MOCV menimbulkan tumor jinak
selain juga menyebabkan lesi pox nekrotik.
e.
Manifestasi klinis
Pada
kulit akan tampak lesi umbilikata yang multipel. Lesi tersebut papul berbatas
tegas, licin, dan berbentuk kubah (dome shaped) sewarna kulit. Ukuran
papul bervariasi dari 2-6 milimeter. Di bagian tengah lesi, biasanya terdapat
lekukan (delle) kecil, berisi bahan seperti nasi dan berwarna putih yang
merupakan cirri khas dari moluskum kontagiosum.
Benjolan
biasanya tidak terasa gatal, tidak terasa nyeri. Namun papul bisa meradang,
misalnya karena garukan, sehigga teraba hangat dan berwarna kemerahan. Jika
terjadi infeksi sekunder, bisa terjadi supurasi. Lokasi bisa di wajah, badan,
kadang-kadang pada perut, bagian bawah perut, dan genitalia.
Pasien
anak dengan dermatitis atopik, 10% mengalami moluskum kontagiosum, dan bisa
mengalami perluasan. Namun, prevalensi moluskum kontagiosum pada anak dengan
dermatitis atopik, memiliki hubungan langsung yang rendah. Walaupun luas daerah
yang terkena moluskum kontagiosum pada anak dengan dermatitis atopik lebih
besar dibandingkan dengan anak tanpa dermatitis atopik, tetapi dalam suatu
penelitian Seize, dkk tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik.
f.
Gejala
1)
Gejala
subyektif
Biasanya penyakit ini tidak memberikan
gejala ( asymptomatik ). Hanya pada lesi yang berukuran besar (giant
moluskum contagiosum ) karena sesuatu trauma (tergaruk,tersinggung) bisa
mengalami infeksi sekunder yang mengakibatkan terjadinya pustule,kadang-kadang
menyerupai bisul (furuncle ).
2)
Gejala
obyektif
Lesi merupakan papula lunak yanag
berdiameter 1-5 mm,bisa juga sampai 1,5 cm ( giant moluskum contagiosum
),terpisah-pisah,warna kulit putih/mutiara,kadang-kadang merah jambu atau
abu-abu,berkilat menonjol,kelihatan seperti lilin yang pada bagian tengahnya
membentuk cekungan menyerupai kawah dan ditempati sempalan putih hingga menyerupai
pusat ( umblication ).
g.
Pengobatan
1)
Dikuret
dengan menggunakan kuret tajam atau disayat dengan pisau,mempergunakan atau
tanpa anestesi local.
2)
Cryotherapi
lebih di sukai , yaitu dengan mmepergunakan nitrogen cair disemprotkan pada
tiap lesi atau menggunakan es kering.
3)
Cantharidin
0,9% ditutup dengan plaster blender pada malam hari.
4)
Elektrodikasi
(ED) .
5)
Ditusuk
dengan jarum atau scalpel kemudiaan isinya dipijat/dikeluarkan
9.
Lymphogranuloma Venereum
a.
Definisi
Lymphogranuloma
venereum (LGV), juga dikenal sebagai lymphopathia venerea,tropical Bubo ,
climatic Bubo, strumous Bubo, poradenitis inguinales, penyakit
Durand-Nicolas-Favre dan lymphogranuloma inguinale, adalah penyakit seksual
yang disebabkan oleh invasi serovars L1, L2, L3 atau dari Chlamydia trachomatis.
LGV adalah
merupakan infeksi utama pada lymphatics dan kelenjar getah bening. Chlamydia
trachomatis adalah bakteri yang bertanggung jawab untuk LGV. bakteri ini masuk
melalui luka di kulit, atau bisa juga menyusup pada lapisan sel epithelial dari
membran yang berlendir.
Di
negara-negara berkembang, penyakit ini dianggap langka sebelum 2003. Namun,
beberapa kejadian di Belanda antara laki-laki gay telah menyebabkan penderita
LGV meningkat di Eropa dan Amerika Serikat. Sebagian besar dari pasien LGV
memiliki infeksi HIV juga di dalam tubuh mereka. Varian LGV yaitu L2B serovar
telah teridentifikasi juga di Australia.
b.
Tanda-tanda dan gejala
1) Inokulasi pada lapisan lendir dari
organ seks eksternal (penis dan vagina) dapat mengakibatkan sindrom inguinal
setelah pembentukan buboes atau abscesses (semacam kutil-bisul) di wilayah
kunci paha (inguinal) tempat di mana Kelenjar getah bening berada. Tanda-tanda
ini biasanya muncul 3 hari untuk satu bulan setelah terkena.
2) sindrom dubur yang timbul jika
infeksi terjadi pada mukosa dubur (melalui seks anal), ini dicirikan oleh
gejala proctocolitis (peradangan) pada daerah yang terinfeksi tersebut.
3) Sindrom pharyngeal yang langka,
dimulai setelah infeksi pada jaringan pharyngeal dan buboes di wilayah leher.
c.
Pengobatan dan Pencegahan LGV
LGV dapat diobati dengan doksisiklin
selama 21 hari eritoromisin atau azitromisin. Doksisiklin tidak boleh diberikan
pada perempuan hamil atau ibu yang menyusui anaknya.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan jika
penderita sedang mendapatkan pengobatan dengan antibiotik, misalnya untuk
mengeluarkan nanah abses dengan aspirasi, eksisi striktura rektum, vulvektomi
jika terjadi elefantiasis genital.
Pencegahan dilakukan dengan tidak
melakukan kontak seksual dan tidakan pencegahan penularan penyakit kelamin
(STD) lainnya.
10.
Herpes
a.
Definisi
Penyakit
herpes disebabkan oleh virus yaitu Herpes simplek tipe 1 (HSV-1) atau
Herpes simplek tipe 2 (HSV-2). Kedua Herpes ini mempunyai inti DNA ganda yang dikelilingi oleh lapisan
protein yang menunjukkan simetri ikosahedral dan mempunyai 162 kapsomer.
Nukloeokapsida dikelilingi oleh suatu selubung yang dihasilkan oleh
membran inti dari sel yang terinfeksi dan mengandung glikoprotein virus berbentuk
paku dengan panjang kurang lebih 8 nm. Struktur yang tidak terbentuk
kadang-kadang asimetri diantara kapsid dan selubung membentuk tegument. Bentuk
selubung berukuran 120 nm sampai dengan 200 nm. Virus ini memiliki sifat-sifat
yang penting diringkas sebagai berikut.
-
Virion : Bulat, berdiameter 120-200nm
-
Genom : DNA untai ganda, linear
-
Protein : Lebih dari 35 protein dalam prion
Ciri-ciri
yang menonjol : HSV-1 menyebar melalui kontak, biasanya melibatkan air liur
yang terinfeksi, sedangkan HSV-2 ditularkan secara seksual atau dari infeksi
kelamin ibu ke anaknya yang baru lahir.
Akibat yang
ditimbulkan dari penyakit herpes ini adalah berupa luka pada kulit yang terkena
virus, disertai dengan rasa nyeri serta panas, kemudian diikuti dengan lepuhan
seperti luka bakar. Lepuhan-lepuhan kulit yang menjadi ciri khas herpes akan
mengelupas dengan atau tanpa pengobatan. Terkadang penderita tetap merasa nyeri
dan panas meskipun lepuhan-lepuhan itu sudah kering dan mengelupas. Hal itu
disebabkan karena virus herpes menyerang bagian saraf.
Secara
periodik, virus ini akan kembali aktif dan mulai berkembangbiak, seringkali
menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi yang sama dengan infeksi
sebelumnya. Virus juga bisa ditemukan di dalam kulit tanpa menyebabkan lepuhan
yang nyata, dalam keadaan ini virus merupakan sumber infeksi bagi orang lain.
Timbulnya erupsi bisa dipicu oleh pemaparan cahaya, demam, stres fisik atau
emosional, penekanan system kekebalan, dan obat-obatan atau makanan tertentu. Pada
beberapa kasus, herpes genital biasanya tidak tidak menunjukka gejala sehingga
penderita tidak mengetahui bahwa ia menghidap herpes.
b.
Gejala
Gejala awal
dari herpes genital, antara lain:
-
Rasa gatal
dan terbakar di daerah genital atau anal
-
Rasa sakit
sekitar kaki, pantat atau daerah genital
-
Keluarnya
cairan dari vagina
-
Adanya
perasaan seperti tertekan di daerah perut
Herpes kambuh ditandai dengan adanya kesemutan, rasa tidak nyaman, yang dirasakan beberapa jam sampai 2-3 hari sebelum timbulnya lepuhan. Lepuhan yang dikelilingi oleh daerah kemerahan dapat muncul dimana saja pada kulit atau selaput lender, tetapi lebih sering ditemukan di dalam dan disekitar mulut, bibir, dan alat kelamin. Lepuhan (yang biasanya terasa nyeri) cenderung membentuk kelompok yang bergabung satu sama lain membentuk sebuah kumpulan yang lebih besar.
Herpes kambuh ditandai dengan adanya kesemutan, rasa tidak nyaman, yang dirasakan beberapa jam sampai 2-3 hari sebelum timbulnya lepuhan. Lepuhan yang dikelilingi oleh daerah kemerahan dapat muncul dimana saja pada kulit atau selaput lender, tetapi lebih sering ditemukan di dalam dan disekitar mulut, bibir, dan alat kelamin. Lepuhan (yang biasanya terasa nyeri) cenderung membentuk kelompok yang bergabung satu sama lain membentuk sebuah kumpulan yang lebih besar.
c.
Mekanisme Terjadinya Herpes
Herpes dapat
terjadi melalui kontak kulit dengan penderita. Jika seseorang mempunyai
herpes di mulutnya kemudian ia mencium orang lain, maka orang itu dapat terkena
herpes pula. Jika ia melakukan oral seks, maka herpes tersebut dapat menular ke
kelamin walaupun kemungkinan menularnya lebih kecil dibandingkan jika terjadi
kontak antar kelamin (hubungan seksual). Virus herpes mempunyai sifat yang
berbeda-beda, ada yang menyukai daerah mulut dan ada pula yang menyukai bagian
kelamin.
Cara-cara
infeksi yang dilakukan HSV ada 2 yaitu infeksi primer dan infeksi laten.
1) Infeksi primer
HSV ditularkan melalui kontak dari
orang yang peka lewat virus yang dikeluarkan oleh seseorang. Untuk menimbulikan
infeksi, virus harus menembus permukaan mukosa atau kulit yang terluka (kulit
yang tidak terluka bersifat resisten). Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada
orofaring, virus menyebar melalui saluran pernapasan atau melalui kontak
langsung dengan air liur yang terinfekisi. HSV-2 biasanya ditularkan secara
seksual. Perkembangbiakan virus terjadi pertama kali di tempat infeksi. Virus
kemudian memasuki ujung saraf setempat dan dibawa melalui aliran akson ke
ganglion dorsalis, tempat terjadinya perkembangbiakan selanjutnya, dan bersifat
laten.
Infeksi HSV primer biasanya ringan, pada
kenyataannya, sebagian besar bersifat asimtomatik. Jarang terjadi penyakit
sistemik. Penyebaran ke organ-organ lain dapat terjadi jika system imun inang
terganggu, dan hal ini tidak dapat menahan perkembangbiakan inang.
2) Infeksi laten
Virus terdapat pada ganglia yang
terinfeksi secara laten dalam stadium non replikasi, hanya sedikit gen virus
terekspresikan. Virus menetap pada ganglia yang terinfeksi secara laten sampai
akhir hidup inang. Tidak dapat ditemukan virus ditempat kekambuhan atau didekat
tempat biasanya lesi kambuh. Perangsangan yang provokatif dapat mengaktifkan
kembali virus dari stadium laten, virus kemudian mengikuti jalannya akson
kembali ke perifer, dan melakukan perkembangbiakan di kulit atau selaput
mukosa. Terjadi pengaktifan kembali secara spontan walaupun terdapat imunitas
seluler dan humoral yang spesifik pada inang. Namun, imunitas ini dapat
membatasi perkembangbiakan virus setempat sehingga kekambuhan lesi tidak begitu
luas dan tidak begitu berat. Banyaknya kekambuhan bersifat asimtomatik,
diperlihatkan hanya oleh pelepasan virus dalam sekresi. Bila bersifat
simtomatik, episode kekambuhan infeksi HSV-1 biasanya termanifestasi sebagai
cold sores (demam lepuh) di dekat bibir. Dasar molekuler pengaktifan kembali
ini tidak diketahui, secara efektifmenimbulkan perangsangan antaralain luka
pada akson, demam, tekanan fisik atau emosi, dan pemaparan terhadap sinar
ultraungu.
d.
Upaya Pencegahan
Untuk
menghindari Penyakit Menular Seks seksual yang disebabkan oleh virus herpes simpleks,
yang paling mudah adalah tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang
telah terinfeksi PMS. Namun hal ini tentunya tidak mudah dilakukan. Dibawah ini
dapat dicoba menyampai upaya pencegahan antara lain sebagai berikut:
-
Selalu
menjaga higienis ( kebersihan/kesehatan) organ genetalia (atau alat kelamin
pria dan wanita secara teratur).
-
Setia kepada
pasangannya, dengan tidak berganti-ganti pasangan.
-
Jangan lupa
menggunakan kondom, bila pasangan kita sudah terinfeksi PMS
-
Mintalah
jarum suntik baru setiap kali menerima pelayanan medis yang menggunakan jarum
suntik.
Tindakan
berikut bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya herpes labialis adalah sebagai
berikut:
-
Menghindari
kontak langsung dengan cold sore atau luka herpes lainnya.
-
Memperkecil
kemungkinan terjadinya penularan secara tidak langsung dengan cara mencuci
benda-benda yang telah digunakan oleh penderita dengan air panas (lebih baik
direbus).
-
Tidak
memakai benda bersama-sama dengan penderita herpes, terutama ketika lukanya
sedang aktif.
-
Menghindari
faktor pencetus (misalnya sinar
matahari).
e.
Pengobatan
Tujuan
pengobatan pada herpes primer adalah untuk mengurangi rasa sakit, sehingga
penderita bisa tidur, makan dan minum secara normal.
Rasa nyeri bisa menyebabkan anak tidak mau makan dan tidak mau minum; bila disertai demam, hal ini bisa dengan segera menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Karena itu anak yang sakit harus minum cairan sebanyak mungkin.
Rasa nyeri bisa menyebabkan anak tidak mau makan dan tidak mau minum; bila disertai demam, hal ini bisa dengan segera menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Karena itu anak yang sakit harus minum cairan sebanyak mungkin.
Untuk
mengurangi nyeri pada penderita dewasa atau anak yang lebih besar, bisa
digunakan obat kumur anestetik (misalnya lidokain). Atau bisa juga digunakan
obat kumur yang mengandung baking soda. Pengobatan pada herpes sekunder akan
efektif bila dilakukan sebelum munculnya luka, yaitu segera setelah penderita mengalami
gejala prodroma. Mengkonsumsi vitamin C selama masa prodroma bisa mempercepat
hilangnya cold sore.
Melindungi
bibir dari sinar matahari secara kangsung dengan menggunakan topi lebar atau
dengan mengoleskan balsam bibir yang mengandung tabir surya, bisa mengurangi
kemungkinan timbulnya cold sore. Sebaiknya penderita juga menghindari kegiatan
dan makanan yang bisa memicu terjadinya infeksi ulangan. Penderita yang sering
mengalami infeksi ulangan bisa mengkonsumsi lisin.Salep asiklovir bisa mengurangi
beratnya serangan dan menghilangkan cold sore lebih cepat. Balsam bibir seperti
jelly petroleum dapat menghindari bibir pecah-pecah dan mengurangi resiko
tersebarnya virus ke daerah di sekitarnya. Untuk mencegah terjadinya infeksi
oleh bakteri, maka antibiotik diberikan kepada penderita dewasa yang memiliki
luka hebat. Untuk kasus-kasus yang berat dan untuk penderita yang memiliki
kelainan sistem kekebalan, bisa diberikan kapsul asiklovir. Kortikosteroid
tidak digunakan untuk mengobati herpes simpleks karena bisa menyebabkan
perluasan infeksi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Penyakit
Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks. PMS ditularkan melalui pertukaran
cairan tubuh. Selain melalui kontak seksual, PMS juga dapat menular lewat
penggunaan bersama jarum suntik dan dari
ibu ke anak sebelum, selama atau setelah persalinan.
2.
Cara
penularan Penyakit Menular Seksual ini terutama melalui hubungan seksual yang
tidak terlindungi, baik pervaginal, anal, maupun oral. Cara penularan lainnya
secara perinatal, yaitu dari ibu ke bayinya, baik selama kehamilan, saat
kelahiran ataupun setelah lahir. Bisa melalui transfuse darah atau kontak
langsung dengan cairan darah atau produk darah.
3.
Etiologi
penyakit menular seksual terbagi menjadi 4 golongan yaitu golongan bakteri,
virus, protozoa dan ektoparasit.
4.
Gejala
penyakit menular beragam misalnya keluar cairan/keputihan yang tidak
normal dari vagina atau penis, Pada pria, rasa panas seperti terbakar atau
sakit selama atau setelah kencing, Luka terbuka dan atau luka basah disekitar
alat kelamin atau mulut, Tonjolan
kecil-kecil (papules) disekitar alat kelamin serta kemerahan di
sekitar alat kelamin
5.
Beberapa
cara yang bisa dilakukan dalam rangka pencegahan penyakit menular seksual
adalah bersikap setia dengan pasangan, memastikan jarum suntik yang kita pakai
steril, dan menjaga kesehatan organ intim.
6.
Jenis
– jenis penyakit menular seksual yaitu HIV/AIDS, Sifilis, Gonore, Chlamydia,
Trikomoniasis, Chancroid, Non-Genococcal urethritis, Moluskom kontagiomus,
Lymphogranuloma venereum, dan Herpes.
B. Saran
Untuk
terhindar dari penyakit menular seksual maka hindarilah berganti-ganti pasangan
dan lebih memperhatikan kebersihan daerah kelamin.
DAFTAR PUSTAKA
http://rspenyakitkelamin.blogspot.com/2014/06/macam-penyakit-yang-disebabkan_29.htmlhttp://www.miamichiropracticclub.com/images/std2.jpg
Jduanda,Adhi. 2007.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Jakarta:
EGC
Obat herbal Dr. imoloa yang hebat adalah obat penyembuhan yang sempurna untuk Virus HIV, saya mendiagnosis HIV selama 8 tahun, dan setiap hari saya selalu mencari penelitian untuk mencari cara sempurna untuk menghilangkan penyakit mengerikan ini karena saya selalu tahu bahwa apa yang kita butuhkan karena kesehatan kita ada di bumi. Jadi, pada pencarian saya di internet saya melihat beberapa kesaksian berbeda tentang bagaimana Dr. imoloa dapat menyembuhkan HIV dengan obat herbal yang kuat. Saya memutuskan untuk menghubungi pria ini, saya menghubunginya untuk obat herbal yang saya terima melalui layanan kurir DHL. Dan dia membimbing saya bagaimana caranya. Saya memintanya untuk solusi minum obat herbal selama dua minggu. dan kemudian dia menginstruksikan saya untuk pergi memeriksa yang saya lakukan. lihatlah aku (HIV NEGATIF). Terima kasih Tuhan untuk dr imoloa telah menggunakan obat herbal yang kuat untuk menyembuhkanku. ia juga memiliki obat untuk penyakit seperti: penyakit parkison, kanker vagina, epilepsi, Gangguan Kecemasan, Penyakit Autoimun, Nyeri Punggung, Keseleo, Gangguan Bipolar, Tumor Otak, Ganas, Bruxisme, Bulimia, Penyakit Disk Serviks, Penyakit Kardiovaskular, Penyakit Kardiovaskular, Neoplasma, kronis penyakit pernapasan, gangguan mental dan perilaku, Cystic Fibrosis, Hipertensi, Diabetes, asma, radang sendi yang dimediasi autoimun yang dimediasi. penyakit ginjal kronis, penyakit radang sendi, sakit punggung, impotensi, spektrum alkohol feta, Gangguan Dysthymic, Eksim, kanker kulit, TBC, Sindrom Kelelahan Kronis, sembelit, penyakit radang usus, kanker tulang, kanker paru-paru, sariawan, kanker mulut, tubuh nyeri, demam, hepatitis ABC, sifilis, diare, Penyakit Huntington, jerawat punggung, gagal ginjal kronis, penyakit addison, Penyakit Kronis, Penyakit Crohn, Cystic Fibrosis, Fibromyalgia, Penyakit Radang Usus Besar, penyakit kuku jamur, Penyakit Kelumpuhan, penyakit Celia, Limfoma , Depresi Besar, Melanoma Ganas, Mania, Melorheostosis, Penyakit Meniere, Mucopolysaccharidosis, Multiple Sclerosis, Distrofi Otot, Rheumatoid Arthritis, Penyakit Alzheimer, email- drimolaherbalmademedicine@gmail.com / hubungi atau {whatssapp ..... +2347081986098. }
BalasHapus