Jumat, 24 Maret 2017

Makalah Penyakit Menular Seksual

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual (Daili, 2007; Djuanda, 2007). Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik (Daili, 2009). Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Dalam semua masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang paling sering dari semua infeksi.
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki- laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja (15- 24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat. Kasus- kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50%- 80% dari semua kasus IMS yang ada di Amerika. Ini mencerminkan keterbatasan “screening” dan rendahnya pemberitaan akan IMS.
Diperkirakan lebih dari 340 juta kasus baru dari IMS yang dapat disembuhkan (sifilis, gonore, infeksi klamidia, dan infeksi trikomonas) terjadi setiap tahunnya pada laki- laki dan perempuan usia 15- 49 tahun. Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia, angka kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan Karibean. Jutaan IMS oleh virus juga terjadi setiap tahunnya, diantaranya ialah HIV, virus herpes, human papilloma virus, dan virus hepatitis B (WHO, 2007). Di Amerika, jumlah wanita yang menderita infeksi klamidial 3 kali lebih tinggi dari laki- laki. Dari seluruh wanita yang menderita infeksi klamidial, golongan umur yang memberikan kontribusi yang besar ialah umur 15-24 tahun (CDC, 2008). Di Indonesia sendiri, telah banyak laporan mengenai prevalensi infeksi menular seksual ini. Beberapa laporan yang ada dari beberapa lokasi antara tahun 1999 sampai 2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan klamidia yang tinggi antara 20%-35% (Jazan, 2003). Selain klamidia, sifilis maupun gonore , infeksi HIV/AIDS saat ini juga menjadi perhatian karena peningkatan angka kejadiannya yang terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Jumlah penderita HIV/AIDS dapat digambarkan sebagai fenomena gunung es, yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil daripada jumlah sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia yang sebenarnya belum diketahui secara pasti. Diperkirakan jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada akhir tahun 2003 mencapai 90.000 – 130.000 orang. Sampai dengan Desember 2008, pengidap HIV positif yang terdeteksi adalah sebanyak 6.015 kasus. Sedangkan kumulatif kasus AIDS sebanyak 16.110 kasus atau terdapat tambahan 4.969 kasus baru selama tahun 2008. Kematian karena AIDS hingga tahun 2008 sebanyak 3.362 kematian (Depkes, 2009). Di Propinsi Sumatera Utara sendiri, dari 12.855.845 jumlah penduduk yang tercatat, ada sedikitnya 2947 yang menderita infeksi menular seksual.
Penyakit menular seksual juga merupakan penyebab infertilitas yang tersering, terutama pada wanita. Antara 10% dan 40% dari wanita yang menderita infeksi klamidial yang tidak tertangani akan berkembang menjadi pelvic inflammatory disease .
Dari data dan fakta di atas, jelas bahwa infeksi menular seksual telah menjadi problem tersendiri bagi pemerintah. Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja dan dewasa muda, terutama wanita, merupakan bukti bahwa masih rendahnya pengetahuan remaja akan infeksi menular seksual. Wanita dalam hal ini sering menjadi korban dari infeksi menular seksual. Hal ini mungkin disebabkan masih kurangnya penyuluhan- penyuluhan yang diakukan oleh pemerintah dan badan-badan kesehatan lainnya. Tidak adanya mata pelajaran yang secara khusus mengajarkan dan memberikan informasi bagi murid sekolah menengah atas, terutama siswi, juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka adapun rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana definisi penyakit menular seksual ?
2.      Bagimana patofisiologi penyakit menular seksual ?
3.      Bagaimana etiologi penyakit menular seksual ?
4.      Bagaimana gejala penyakit menular seksual ?
5.      Bagaimana pencegahan penyakit menular seksual ?
6.      Apa dan bagaimana jenis – jenis penyakit menular seksual ?
C.  Tujuan
Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka adapun tujuan penulisan sebagai berikut :
1.      Mengetahui tentang definisi penyakit menular seksual.
2.      Mengetahui tentang patofisiologi penyakit menular seksual.
3.      Mengetahui tentang etiologi penyakit menular seksual.
4.      Mengetahui tentang gejala penyakit menular seksual.
5.      Mengetahui tentang pencegahan penyakit menular seksual.
6.      Mengetahui tentang jenis – jenis penyakit menular seksual.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Definisi Penyakit Menular Seksual
Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks. Penyakit menular seksual (PMS) atau kadang-kadang disebut infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang menyebar melalui hubungan seks. Orang awam lebih sering menyebutnya penyakit kelamin. PMS ditularkan melalui pertukaran cairan tubuh. Selain melalui kontak seksual, PMS juga dapat menular lewat penggunaan bersama jarum suntik  dan dari ibu ke anak sebelum, selama atau setelah persalinan.
PMS terutama berisiko pada mereka yang berganti-ganti pasangan. Semakin sering anda berganti pasangan, semakin besar risiko anda terinfeksi PMS. Risiko PMS dapat dikurangi dengan perilaku seks yang aman.
PMS memengaruhi baik pria maupun wanita. Namun, masalah kesehatan dan konsekuensi jangka panjang PMS cenderung lebih parah pada wanita. Beberapa PMS dapat menyebabkan infeksi radang panggul, abses tuba falopi/ovarium, dan parut organ reproduksi yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik (kehamilan di luar rahim), infertilitas dan bahkan kematian.
B.  Patofisiologi Penyakit Menular Seksual
Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan dan bahkan kematian. Wanita lebih beresiko untuk terkena PMS lebih besar daripada laki-laki sebab mempunyai alat reproduksi yang lebih rentan. Dan seringkali berakibat lebih parah karena gejala awal tidak segera dikenali, sedangkan penyakit melanjut ke tahap lebih parah.
Oleh karena letak dan bentuk kelaminnya yang agak menonjol, gejala PMS pada laki-laki lebih mudah dikenali, dilihat, dan dirasakan. Sedangkan pada perempuan sebagian besar gejala yang timbul hampir tak dapat dirasakan.
Cara penularan Penyakit Menular Seksual ini terutama melalui hubungan seksual yang tidak terlindungi, baik pervaginal, anal, maupun oral. Cara penularan lainnya secara perinatal, yaitu dari ibu ke bayinya, baik selama kehamilan, saat kelahiran ataupun setelah lahir. Bisa melalui transfuse darah atau kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah.  Perilaku seks yang dapat mempermudah penularan PMS adalah :
1.    Berhubungan seks yang tidak aman (tanpa menggunakan kondom).
2.    Gonta-ganti pasangan seks.
3.    Prostitusi.
4.    Melakukan hubungan seks anal (dubur), perilaku ini akan menimbulkan luka atau radang karena epitel mukosa anus relative tipis dan lebih mudah terluka dibanding epitel dinding vagina.
C.  Etiologi Penyakit Menular Seksual
Penyakit menular seksual dapat diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, yakni:
1.    Dari golongan bakteri, yakni Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, Salmonella sp, Shigella sp, Campylobacter sp, Streptococcus group B, Mobiluncus sp.
2.    Dari golongan protozoa, yakni Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
3.    Dari golongan virus, yakni Human Immunodeficiency Virus(tipe 1 dan 2), Herpes Simplex Virus (tipe 1 dan 2), Human papiloma Virus, Cytomegalovirus, Epstein-barr virus, Molluscum contagiosum virus,
4.    Dari golongan ektoparasit, yakni Phthirus pubis dan Sarcoptes scabei.
D.  Gejala Penyakit Menular Seksual
1.      Keluar Cairan/keputihan yang tidak normal dari vagina atau penis. Pada wanita, terjadi peningkatan keputihan. Warnanya bisa menjadi lebih putih, kekuningan, kehijauan, atau kemerah mudaan. Keputihan bisa memiliki bau yang tidak sedap dan berlendir.
2.      Pada pria, rasa panas seperti terbakar atau sakit selama atau setelah kencing, biasanya disebabkan oleh PMS. Pada wanita, beberapa gejala dapat disebabkan oleh PMS tapi juga disebabkan oleh infeksi kandung kencing yang tidak ditularkan melalui hubungan seksual.
3.      Luka terbuka dan atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut. Luka tersebut dapat terasa sakit atau tidak.
4.      Tonjolan kecil-kecil (papules) disekitar alat kelamin
5.      Kemerahan di sekitar alat kelamin
6.      Pada pria, rasa sakit atau kemerahan terjadi pada kantung zakar
7.      Rasa sakit diperut bagian bawah yang muncul dan hilang, dan tidak berhubungan dengan menstruasi
8.      Bercak darah setelah hubungan seksual
9.      Anus gatal atau iritasi.
10.  Pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan.
11.  Nyeri di paha atau perut lebih rendah.
12.  Pendarahan pada vagina .
13.  Nyeri atau pembengkakan testis.
14.  Pembengkakan atau kemerahan dari vagina.
15.  Nyeri seks.
16.  Pendarahan dari vagina selain selama periode bulanan.
E.  Pencegahan Penyakit Menular Seksual
Beberapa cara yang bisa dilakukan dalam rangka pencegahan penyakit menular seksual adalah:
1.      Bersikap setia dengan pasangan
Katanya,  yang menjadi penyebab dari penyakit menular seksual adalah karena berganti-ganti pasangan. Berganti-ganti pasangan merupakan salah satu tren yang saat ini sudah mewabah masyarakat kota besar. Banyak yang berpendapat bahwa semakin sering berganti-ganti pasangan maka kualitas seseorang dalam berhubungan dengan lawan jenis akan semakin modern orang tersebut. Pemikiran-pemikiran seperti itulah yang mendorong seseorang untuk terjun pada dunia hitam bernama pergaulan bebas. pencegahan penyakit menular seksual adalah dengan menghindari pergaulan bebas dan bersikap setia dengan pasangan, terlebih pasangan halal. Ingatlah akan dampak yang akan diterima ketika keinginan untuk melakukan penyimpangan tersebut ada. dengan cara bersikap setia pada pasangan merupakan salah satu antisipasi agar banyak orang yang terhindar dari PMS. Apa susahnya bersikap setia dengan pasangan? terlebih bila hal tersebut bermanfaat bagi kita semua. Benar bukan?
2.      Memastikan jarum suntik yang kita pakai steril (ketika kita butuh untuk disuntik)
Pencegahan penyakit menular seksual yang berikutnya adalah dengan cara memastikan jarum suntik yang kita pakai steril dan tidak pernah dipakai oleh orang yang mengidap PMS. Selain tertular lewat hubungan seksual, PMS juga ditularkan melalui jarum suntik yang habis dipakai oleh pengidap PMS. Bagaimana cara memastikan bahwa jarum suntik yang kita pakai di rumah sakit tersebut steril?  Sebagai pasien, kita berhak bertanya kepada dokter apakah jarum suntik yang dipakai steril. Jangan segan-segan untuk meminta jarum suntik yang steril karena hal tersebut adalah hak kita sebagai pasien.
3.      Menjaga kesehatan organ intim
Pencegahan penyakit menular seksual berikutnya adalah berusaha untuk tetap membersihkan organ intim dan menjaga kesehatannya. Kadang-kadang kita mungkin sering sembrono dengan membiarkan begitu saja atau dibersihkan ala kadarnya atas organ intim kita. Padahal tentunya organ intim membutuhkan penanganan dan perawatan khusus.
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Itu sebabnya pencegahan penyakit menular seksual merupakan langkah yang paling tepat daripada mengobati. Pencegahan artinya waspada sedangkan mengobati berarti memperbaiki sesuatu yang sudah rusak.
F.   Jenis – Jenis Penyakit Menular Seksual
1.      HIV/AIDS
a.      Definisi HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007c).
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).

b.      Etiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).
c.       Mekanisme Penyakit
1)      Tahap Pre Patogenesis
Tahap pre patogenesis tidak terjadi pada penyakit HIV AIDS. Hal ini karena penularan penyakit HIV terjadi secara langsung (kontak langsung dengan penderita). HIV dapat menular dari suatu satu manusia ke manusia lainnya melalui kontak cairan pada alat reproduksi, kontak darah (misalnya trafusi darah, kontak luka, dll), penggunaan jarum suntik secara bergantian dan kehamilan.
2)      Tahap Patogenesis
Pada fase ini virus akan menghancurkan sebagian besar atau keseluruhan sistem imun penderita dan penderita dapat dinyatakan positif mengidap AIDS. Gejala klinis pada orang dewasa ialah jika ditemukan dua dari tiga gejala utama dan satu dari lima gejala minor. Gejala utamanya antara lain demam berkepanjangan, penurunan berat badan lebih dari 10% dalam kurun waktu tiga bulan, dan diare kronis selama lebih dari satu bulan secara berulang-ulang maupun terus menerus. Gejala minornya yaitu batuk kronis selama lebih dari 1 bulan, munculnya Herpes zoster secara berulang-ulang, infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh Candida albicans, bercak-bercak gatal di seluruh tubuh, serta pembengkakan kelenjar getah bening secara menetap di seluruh tubuh. Akibat rusaknya sistem kekebalan, penderita menjadi mudah terserang penyakit-penyakit yang disebut penyakit oportunitis. Penyakit yang biasa menyerang orang normal seperti flu, diare, gatal-gatal, dan lain-lain. Bisa menjadi penyakit yang mematikan di tubuh seorang penderita AIDS.
3)      Tahap Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat tedeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini.
4)      Tahap Penyakit Dini
Penderita mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebalan tubuhnya menurun/ lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani uji antibody HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang beresiko terkena virus HIV.
5)      Tahap Penyakit Lanjut
Pada tahap ini penderita sudah tidak bias melakukan aktivitas apa-apa. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk serta nyeri dada. Penderita mengalami jamur pada rongga mulut dan kerongkongan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada sistem persyarafan ujung (peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang selalu mengalami tensi darah rendah dan impotent. Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau cacar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (folliculities), kulit kering berbercak-bercak.
6)      Tahap Post Patogenesis (Tahap Penyakit Akhir)
Fase ini merupakan fase terakhir dari perjalanan penyakit AIDS pada tubuh penderita. Fase akhir dari penderita penyakit AIDS adalah meninggal dunia.
d.      Mekanisme Penularan Penyakit
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu).
1)      Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2)      Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
3)      Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4)      Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
5)      Melalui transplantasi organ pengidap HIV.
6)      Penularan dari ibu ke anak.
7)      Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
e.       Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai penyakit berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda karena sebagian besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa gagal tumbuh, berat badan menurun, anemia, panas berulang, limfadenopati, dan hepatosplenomegali. Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis carinii, radang paru karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak sering juga menderita diare berulang.
f.       Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Program pencegahan penularan dan penyebaran HIV lebih dipusatkan pada pendidikan masyarakat mengenai cara-cara penularan HIV. Dengan demikian, masyarakat (terutama kelompok perilaku resiko tinggi) dapat mengubah kebiasaan hidup mereka sehingga tidak mudah terjangkit HIV. Dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari HIV/AIDS adalah sebagai berikut :
1)      Membiasakan Diri dengan Perilaku Seks yang Sehat
Sebagian besar penularan HIV terjadi melalui hubungan seksual. Oleh karena itu, membiasakan diri dengan perilaku seks yang sehat dapat menjauhkan diri dari penularan HIV. Misalnya, dengan tidak berhubungan seks di luar nikah, tidak berganti-ganti pasangan, dan menggunakan pengaman (terutama pada kelompok perilaku beresiko tinggi) sewaktu melakukan aktivitas seksual.
2)      Menggunakan Jarum Suntik dan Alat-alat Medis yang Steril
Para tenaga medis hendaknya memperhatikan alat-alat kesehatan yang mereka gunakan. Jarum suntik yang digunakan harus terjamin sterilitasnya dan sebaiknya hanya sekali pakai. Jadi, setiap kali menyuntik pasien, seorang tenaga medis harus memakai jarum suntik yang haru. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah penularan HIV melalui jarum suntik. Selain itu, penggunaan sarung tangan lateks setiap kontak dengan cairan tubuh juga dapat memperkecil peluang penularan HIV.

3)      Menjauhi Segala Bentuk Penggunaan Narkoba
Para pangguna narkoba sangat rentan tertular HIV, terutama pengguna narkoba suntik. Fakta menunjukkan bahwa penyebaran HIV di kalangan pengguna narkoba suntik tiga sampai lima kali lebih cepat dibanding perilaku resiko lainnya.
4)      Tidak Terima Transfusi Darah dari Orang yang Mengidap HIV
Pemeriksaan medis yang ketat pada setiap transfusi darah dapat mencegah penularan HIV. Sebelum transfusi darah berlangsung, para ahli kesehatan sebaiknya melakukan tes HIV untuk memastikan bahwa darah yang akan didonorkan bebas dari HIV.
5)       Menganjurkan Wanita Pengidap HIV untuk Tidak Hamil
Meskipun hamil adalah hak setiap wanita, namun bagi wanita pengidap HIV dianjurkan untuk tidak hamil. Sebab, wanita hamil pengidap HIV dapat menularkan virus kepada janin yang dikandungnya. Jika ingin hamil, sebaiknya mereka selalu berkonsultasi.
Program penanggulangan HIV/AIDS yaitu lewat jalur pendidikan mempunyai arti yang sangat strategis karena besarnya populasi remaja di jalur sekolah dan secara politis kelompok ini adalah aset dan penerus bangsa. Salah satu kelompok sasaran remaja yang paling mudah dijangkau adalah remaja di lingkungan sekolah (closed community) (Muninjaya, 1998).
Keimanan dan ketaqwaan yang lemah serta tertekannya jiwa menyebabkan remaja berusaha untuk melarikan diri dari kenyataan hidup dan ingin diterima dalam lingkungan atau kelompok tertentu. Oleh karena itu diperlukan peningkatan keimanan dan ketaqwaan melalui ajaran-ajaran agama. (BNN, 2009)
Sebagian masyarakat Indonesia menggangap bahwa seks masih merupakan hal yang tabu. Termasuk diantaranya dalam pembicaraan, pemberian informasi dan pendidikan seks. Akibatnya jalur informasi yang benar dan mendidik sulit dikembangkan (Zulaini, 2000).
Cara-cara mengurangi resiko penularan AIDS antara lain melalui seks aman yaitu dengan melakukan hubungan seks tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam vagina, anus, ataupun mulut.
2.      Sifilis
a.    Definisi Penyakit Sifilis
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh.
Penyakit sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi penyakiti ini mulai menurun, tapi masih merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyerang seluruh organ tubuh termasuk sistem peredaran darah, saraf dan dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi yang di kandungnya. Sehingga menyebabkan kelainan bawaan pada bayi tersebut. Sifilis sering disebut sebagai “Lues Raja Singa”.
b.   Distribusi Frkuensi
Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis mencapai 5.000 – 10.000 kasus per tahun. Sementar di Cina, laporan menunjukkan jumlah kasus yang diaporkan naik dari 0,2 per 10.000 jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per 100.000 jiwa pada tahun 2005. di Amerika Serikat, dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis tiap tahunnya, dan angka sebenarnya diperkirakan lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi kepada lelaki. Penyakit menular sexual (PMS) didunia kesehatan sekarang sudah banyak dibahas dan menjadi percakapan. Hali ini dikarenakan semakin bertambahnya penderita PMS. Baik menimpa secara langsung maupun tidak langsung.
c.    Etiologi
Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk golongan Spirochaeta dan genus treponema yang berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar.
d.   Gejala
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia. Sedangkan pada fase laten dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius kembali muncul. Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan; sebelum perkembangan tes serologikal.
e.    Mekanisme Penyakit
1)      Tahap 1
9-90 hari setelah terinfeksi. Timbul: luka kecil, bundar dan tidak sakit chancre- tepatnya pada kulit yang terpapar/kontak langsung dengan penderita. Chancre tempat masuknya penyakit hampir selalu muncul di dalam dan sekitar genetalia, anus bahkan mulut. Pada kasus yang tidak diobati (sampai 1 tahun berakhir), setelah beberapa minggu, chancre akan menghilang tapi bakteri tetap berada di tubuh    penderita.
2)      Tahap 2
1-2 bulan kemudian, muncul gejala lain: sakit tenggorokan, sakit pada bagian dalam mulut, nyeri otot, demam, lesu, rambut rontok dan terdapat bintil. Beberapa bulan kemudian akan menghilang. Sejumlah orang tidak mengalami gejala lanjutan.
3)      Tahap 3
Dikenal sebagai tahap akhir sifilis. Pada fase ini chancre telah menimbulkan kerusakan fatal dalam tubuh penderita. Dalam stase ini akan muncul gejala: kebutaan, tuli, borok pada kulit, penyakit jantung, kerusakan hati, lumpuh dan gila.
f.     Mekanisme Penularan Penyakit
Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus). Luka terjadi terutama pada alat kelamin eksternal, vagina, anus, atau di dubur. Luka juga dapat terjadi di bibir dan dalam mulut, Wanita hamil dengan penyakit ini dapat terbawa ke bayi. Spirochaeta penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan.
Harus terjadi kontak langsung dengan kulit orang yang telah terinfeksi disertai dengan lesi infeksi sehingga bakteri bisa masuk ke tubuh manusia. Pada saat melakukan hubungan seksual (misal) bakteri memasuki vagina melalui sepalut lendir dalam vagina, anus atau mulut melalui lubang kecil. Sifilis sangan infeksius pada tahap 1 dan 2. selain juga dapat disebarkan per-plasenta.

g.      Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Sama seperti penyakit menular seksual lainnya, sifilis dapat di cegah dengan cara melakukan hubungan seksual secara aman misalkan menggunakan kondom. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain :
1)      Tidak berganti-ganti pasangan.
2)      Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’.
3)      Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi.



3.      Penyakit Gonore
a.      Definisi Penyakit Gonore
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).
Gonore (GO) adalah penyakit Menular Seksual yang paling sering terjdi dan paling mudah terjadi. Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan secara langsung dari seseorang ke orang lain melalui kontak seks. Namun penyakit gonore ini dapat juga ditularkan melalui ciuman atau kontak badan yang dekat. Kuman  patogen tertentu yang mudah menular dapat ditularkan melalui makanan, transfusi darah, alat suntik yang digunakan untuk obat bius.
b.      Distribusi Frekuensi
Infeksi  gonore ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada janin pada saat proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua golongan rentan terinfeksi penyakit ini, tetapi insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di antara populasi wanita pada tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6 per 100.000) sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000). Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada tiap – tiap negara berkembang. Di Swedia, insiden gonore dilaporkan sebanyak 487/100.000 orang yang menderita pada tahun 1970. Pada tahun 1987 dilaporkan sebanyak 31/100.000 orang yang menderita, pada tahun 1994 dilaporkan penderita gonore semakin berkurang yaitu hanya sekitar 31/100.000 orang yang menderita. Di Amerika Serikat, insiden dari kasus gonore mengalami penurunan. Di dunia diperkirakan terdapat 200 juta kasus baru setiap tahunnya.
c.       Etiologi
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).
Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama kulit dan persendian.Pada wanita, gonore bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga timbul nyeri panggul dan gangguan reproduksi.
d.      Gejala
Gejala dari penyakit ini tebagi atas dua yaitu gejala yang terdapat pada laki – laki dan perempuan, dimana gejala tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Gejala pada laki – laki
a)      Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah terinfeksi.
b)      Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra, yang beberapa jam kemudian diikuti oleh nyeri ketika berkemih dan keluarnya nanah dari penis.
c)      Penderita sering berkemih dan merasakan desakan untuk berkemih, yang semakin memburuk ketika penyakit ini menyebar ke uretra bagian atas. Lubang penis tampak merah dan membengkak.Pada wanita, gejala awal bisa timbul dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi.
2)      Gejala pada wanita
a)      Penderita wanita seringkali tidak menunjukkan gejala selama beberapa minggu atau bulan, dan diketahui menderita penyakit ini hanya setelah mitra seksualnya tertular.
b)      Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Tetapi beberapa penderita menunjukkan gejala yang berat, seperti desakan untuk berkemih, nyeri ketika berkemih, keluarnya cairan dari vagina dan demam.
c)       Infeksi bisa menyerang leher rahim, rahim, saluran telur, indung telur, uretra dan rektum; menyebabkan nyeri pinggul yang dalam atau nyeri ketika melakukan hubungan seksual.
d)     Nanah yang keluar bisa berasal dari leher rahim, uretra atau kelenjar di sekitar lubang vagina.
e)      Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seksual melalui anus (lubang dubur) bisa menderita gonore pada rektumnya.
f)       Penderita merasakan tidak nyaman di sekitar anusnya dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah di sekitar anus tampak merah dan kasar, tinjanya terbungkus oleh lendir dan nanah.
g)      Pada pemeriksaan dengan anaskop akan tampak lendir dan cairan di dinding rektum penderita.
h)      Melakukan hubungan seksual melalui mulut (oral sex) dengan seorang penderita gonore bias menyebabakn gonore pada tenggorokan (faringitis gonokokal).
i)        Biasanya infeksi ini tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang menyebabkan nyeri tenggorokan dan gangguan menelan.
j)        Jika cairan yang terinfeksi mengenai mata maka bisa terjadi infeksi mata luar (konjungtivitis gonore).
k)      Bayi baru lahir bisa terinfeksi oleh gonore dari ibunya selama proses persalinan, sehingga terjadi pembengkakan pada kedua kelopak matanya dan dari matanya keluar nanah.
l)        Pada dewasa, bisa terjadi gejala yang sama, tetapi seringkali hanya 1 mata yang terkena.
m)    Jika infeksi ini tidak diobati bisa terjadi kebutaan.
e.       Cara Penularan Penyakit
Orang yang terkena gonore umumnya tertular pertama kali dengan orang yang terinfeksi saat melakukan hubungan seksual melalui vagina, oral, anus.
Sedangkan kontak non seksual terjafi pada ibu hamil yang terkena gonore kemudian menularkan pada anaknua saat prose persalinan. Bakteri ini masuk melalui lapisam dalam uretra (saluran kemih), leher rahim, rektum (jalur usus besar ke anus) dan tenggorokkan atau bagian putih mata (konjungtiva). Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga timbul nyeri panggul dan gangguan reproduksi.
f.       Manifestasi Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap nanah, dimana ditemukan bakteri penyebab gonore.Jika pada pemeriksaan mikroskopik tidak ditemukan bakteri, maka dilakukan pembiakan di laboratorium.Jika diduga terjadi infeksi tenggorokan atau rektum, diambil contoh dari daerah ini dan dibuat biakan.
g.      Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Satu-satunya cara untuk mencegah penyakit gonore ini adalah menghindari gaya hidup aseks bebas dan selalu setia kepada pasangan. Dengan melakukan seks bebas, kita bisa dengan mudah tertutar penyakit gonore ini. Oleh karena itu , untuk memutus rantai penyakit gonore ini, kita tidak berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual. Karena kita tidak pernah tahu seseorang tersebut menderita penyakit gonore maupun penyakit menular seksual yang lainnya.
4.      Chlamydia
a.    Definisi
Chlamydia dikenal sebagai “penyakit diam” karena sebagian besar orang terinfeksi tidak memiliki gejala. Jika gejala terjadi, biasanya muncul dalam 1 sampai 3 bulan setelah terkena. Pada wanita, awalnya bakteri menginfeksi serviks dan uretra (saluran urin).
b.      Gejala
Gejala yang dirasakan adalah sensasi terbakar ketika buang air kecil, gejala lainnya sakit perut di bagian bawah, nyeri pinggang, mual, demam, merasa sakit saat hubungan seksual, atau terjadi perdarahan antara periode menstruasi.
Pria yang terinfeksi chlamydia juga akan merasakan sensasi terbakar ketika buang air kecil, gatal-gatal di sekitar pembukaan penis, rasa nyeri dan terkadang terjadi pembengkakan pada testis. Laki-laki atau perempuan yang melakukan hubungan seksual anal reseptif bisa memperoleh infeksi klamidia di dubur, yang dapat menyebabkan rasa sakit dubur, debit, atau pendarahan. Chlamydia juga dapat ditemukan di tenggorokan perempuan dan laki-laki yang melakukan seks oral dengan pasangan yang terinfeksi.
c.       Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Untuk mendiagnosis chlamydia dapat dilakukan tes laboratorium, beberapa tes urin, yang mengharuskan spesimen dikumpulkan dari situs seperti penis atau leher rahim. Isolasi C. trachomatis dalam spesimen klinis oleh deteksi antigen spesifik atau asam nukleat.
d.      Etiologi
Chlamydial Genital Infection (CGI) atau infeksi kelamin klamidia disebabkan oleh bakteri obligat intraseluler Chlamydia trachomatis, immunotypes D melalui K. Faktor risiko antara lain usia muda (kurang dari 25 tahun), seks dengan lebih dari satu pasangan atau lebih, penggunaan kontrasepsi yang tidak konsisten, sejarah sebuah Sexually Transmitted Diseases (STD), dan ras Afrika-Amerika.
e.       Cara Pencegahan
Secara umum, langkah-langkah pencegahan yang dilakukan serupa dengan Penyakit Menular Seksual (PMS) lainnya, yaitu:
1)             Pasien dianjurkan untuk menghindari kontak seksual sementara, selama timbulnya gejala penyakit.
2)             Pasien didorong untuk memastikan kondisi seksual pasangan mereka.
3)             Pasien dianjurkan untuk menghindari kegiatan seksual berisiko-tinggi, memakai kondom dan menghindari beberapa mitra seksual.
4)             Penyuluhan kesehatan dan pendidikan seks.
5)             Pemeriksaan pada remaja putri yang aktif secara seksual harus dilakukan secara rutin. Pemeriksaan perlu juga dilakukan terhadap wanita dewasa usia 25 tahun, terhadap mereka yang mempunyai pasangan baru atau terhadap mereka yang mempunyai beberapa pasangan seksual dan atau yang tidak konsisten menggunakan alat kontrasepsi.
Cara paling pasti untuk menghindari penularan PMS adalah menjauhkan diri dari kontak seksual, atau berada dalam hubungan saling monogami jangka panjang dengan mitra yang telah diuji dan diketahui tidak terinfeksi. Menggunakan Latex kondom bagi laki-laki. Bila kontrasepsi (contohnya kondom) digunakan secara konsisten dan benar, maka risiko penularan klamidia dapat dikurangi
f.       Cara Pengobatan
Setiap gejala genital seperti debit, sakit yang tidak biasa dengan bau, rasa terbakar saat buang air kecil, atau perdarahan di antara siklus menstruasi bisa berarti infeksi PMS. Jika seorang wanita memiliki gejala-gejala tersebut, dia harus berhenti melakukan hubungan seks dan berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan dengan segera.
Chlamydia dapat dengan mudah diobati dan disembuhkan dengan antibiotik. Dosis tunggal azitromisin atau minggu doxycycline (dua kali sehari) adalah perawatan yang paling umum digunakan. Semua pasangan seks harus dievaluasi, diuji, dan diobati. Orang dengan klamidia harus menjauhkan diri dari hubungan seks sampai mereka dan pasangan seks mereka telah menyelesaikan pengobatan.
5.      Trikomoniasis
a.      Definisi Trikomoniasis
Trikomoniasis adalah salah satu tipe dari Vaginitis, merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, terutama sebagai Penyakit Menular Sexual (PMS) dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah yang dapat bersifat akut atau kronik dan pada wanita maupun pria, namun pada pria peranannya sebagai penyebab penyakit masih diragukan. Trikomoniasis adalah PMS yang dapat diobati yang paling banyak terjadi pada perempuan muda dan aktif seksual.  Diperkirakan, 5 juta kasus baru terjadi pada perempuan dan laki-laki.
b.      Etiologi
Trikomoniasis disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis.
1)      Cara penyebaran trikomoniasis
Parasit ini menyebar melalui hubungan seksual dengan orang yang sudah terkena trikomoniasis. Trikomoniasis menyerang (uretra) saluran kemih pada pria namun biasanya tanpa gejala. Sedangkan pada wanita, trikomoniasis lebih sering menyerang vagina. Resiko untuk terkena penyakit ini tergantung aktivitas seksual orang tersebut.
2)      Beberapa faktor resiko untuk terkena penyakit ini antara lain :
-          Jumlah pasangan seksual selama hidupnya
-          Pasangan seksual saat ini
-          Tidak memakai kondom saat berhubungan seksual
-          Memakai kontarsepsi oral (pil KB) dan IUD
c.       Patofisiologi
Trichomonas vaginalis mampu menimbulkan peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan sub epitel. Masa tunas rata-rata 4 hari sampai 3 minggu. Pada kasus yang lanjut terdapat bagian-bagian dengan jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis dapat ditemukan di lapisan subepitel yang menjalar sampai di permukaan epitel. Di dalam vagina dan uretra parasit hidup dari sisa-sisa sel, kuman-kuman, dan benda lain yang terdapat dalam sekret.
d.      Tanda dan Gejala
1)      Pada wanita :
-          Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab (Strawberry Appearance)
-          Perdarahan kecil – kecil pada permukaan serviks.
-          Didapatkan rasa gatal dan panas di vagina.
-          Rasa sakit sewaktu berhubungan seksual (dispareunia) mungkin juga merupakan keluhan utama yang dirasakan penderita dengan trikomoniasis.
-          Dapat juga mengalami perdarahan pasca sanggama dan nyeri perut bagian bawah.
-          Bila sekret banyak yang keluar, dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar bibir vagina.
-          Pada kasus yang kronis, gejala lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak berbusa.

2)      Pada pria :
-          Biasanya tidak memberikan gejala. Kalaupun ada, pada umumnya gejala lebih ringan dibandingkan dengan wanita. Gejalanya antara lain
-          Iritasi di dalam penis
-          Keluar cairan keruh namun tidak banyak
-          Rasa panas dan nyeri setelah berkemih atau setelah ejakulasi.
e.       Pencegahan
Karena trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual, cara terbaik menghindarinya adalah tidak melakukan hubungan seksual.
Beberapa cara untuk mengurangi tertularnya penyakit ini antara lain:
1)   Pemakaian kondom dapat mengurangi resiko tertularnya penyakit ini.
2)   Tidak pinjam meminjam alat-alat pribadi seperti handuk karena parasit ini dapat hidup di luar tubuh manusia selama 45 menit.
3)   Bersihkan diri sendiri segera setelah berenang di tempat pemandian umum.
6.      Chancroid (Ulkus Mole)
a.      Definisi
chancroid adalah infeksi menular seksual yang ditandai dengan ulkus pada daerah  genetalia disertai dengan pembengkakan kelenjar limfe inguinal dan penanahan yangdisebabkan oleh streptobacillus ducrey (haemophilus ducreyi), bakteri tersebut mempunyai sifat mati pada suhu 500C selama 1 jam dan mati dengan antiseptik.
b.      Patofisiologi
Setelah bakteri masuk ke dalam tubuh sekitar 7 hari muncul pustula yang kemudian pecah dan meninggalkan ulkus yang dalam. Luka infeksi mengakibatkan kematian jaringan di sekitarnya. Penyakit ditularkan secara langsung melalui hubungan seksual, predileksi pada genital, jari mulut dan dada.
c.       Etiologi
Penyebabnya adalah  streptobacillus ducrey (haemophilus ducreyi) merupakan bakteri gram negative, anaerobic fakultatif, berbentuk batang pendek dengan ujung bulat, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan memerlukan hemin untuk pertumbuhannnya dan penyakit ini hanya mengenai orang dewasa yang aktif serta mayoritas lebih pada kaum pria.  
d.      Epidemiologi
Penyakit ini bersifat endemik dan tersebar di daerah tropik dan subtropik, terutama dikota dan pelabuhan.Selain itu dapat terjadi di daerah yang memiliki sarana kesehatan yangkurang misalnya di Afrika, Asia, dan Karibia. Di Afrika bagian selatan dan timur, dimana yangmelakukan sirkumsisi agak rendah dan prevalensi HIV yang tinggi, menyebabkan daerah iniendemik terhadap ulkus mole.
e.       Gejala
Setelah masa inkubasi satu hingga dua minggu, chancroid atau ulkus mole menimbulkan benjolan kecil yang kemudian menjadi borok/lesi dalam satu hari dan benjolan berwarna abu-abu kekuningan serta jika dilukai atau dikikis misal dengan kuku maka akan keluar darah, terasa nyeri yang sangat hebat.
f.       Ciri khas ulkus mole
1)      Bentuk bulat / lonjong
2)      Kecil, multipel
3)      Dikelilingi halo eritematosa & edematus
4)      Berbentuk seperti cawan
5)      Tepi ulkus tidak teratur / tidak rata
6)      Dinding bergaung
7)      Dasar ulkus - jaringan granulasi - mudah berdarah, isi sekret keruh, tertutup sekret kotor berwarna kuning, jaringan nekrotik
8)      Perabaan ulkus - lunak, tanpa indurasi, mudah berdarah & terasa nyeri


g.      Tempat predileksi lesi ulkus mole di daerah genital
Laki- laki
Wanita
Permukaan mukosa preputium bagian dalam
Frenulum
Sulkus koronarius
Batang penis
Dalam uretra
Skrotum
Anus perineum
Labium mayus
Vulva
Klitoris
Fourchette
Vestibuli
Uretra
Serviks
Anus

  Tempat predileksi lesi di daerah ekstra genital
Lidah
Umbilikus
Jari tangan
Abdomen
Bibir
Pubis
Payudara
Paha
Konjungtiva
Dada

h.      Faktor Resiko
Banyak terdapat di daerah tropis dan subtropis. Kebersihan dan hygiene berperan penting dalam penyebaran penyakit. Pria yang tidak disunat/khitan memiliki risiko tiga kali dibanding pria yang disunat untuk kemungkinan terkena penyakit ini. Mengidap Chancroid menjadi faktor risiko untuk tertular HIV karena Chancroid membuka jalan bagi masuknya HIV ke dalam tubuh (melalui iritasi pada kulit).
i.        Pencegahan
Gunakan kondom dengan cara yang benar dan jika ada kulit yang menutupi kepala penis maka sebaiknya dihilangkan (disunat/khitan) untuk mengurangi resiko terjangkit. Lebih baik lagi untuk pencegahan jangan berganti-ganti pasangan seks karena penyakit ini banyak terjadi pada praktek-praktek prostitusi.
j.        Pengobatan
Untuk pembaca umum jangan coba beli obat sendiri tanpa resep dokter karena bisa membuat kuman resisten (kebal) terhadap obat. Harap ditanyakan pada dokter atau medis yang berkompeten.
7.      Non-gonococcal urethritis (NGU)
a.      Pengertian
Non-gonococcal urethritis (NGU) adalah peradangan pada saluran kencing yang tidak disebabkan oleh infeksi gonorrhea. Untuk keperluan pengobatan, dokter biasanya mengklasifikasikan urethritis menular dalam dua kategori: gonococcocal urethritis, yang disebabkan oleh gohneria; dan non-gonococcal urethritis (NGU).
b.      Penyebab
1)      Bakteri :  Chlamydia trachomatisUreaplasma urealyticum, Haemophilus vaginalis, dan Mycoplasma genitalium.
2)      Viral : Herpes simpleks (langka), Adenovirus.
3)      Parasit : Parasit Trichomonas vaginalis (langka).
4)      Noninfectious : Cedera mekanis (dari urinary catheter atau cystoscope), iritasi akibat bahan kimia tertentu (antiseptik atau spermicide (suatu substansi yang bisa membunuh sperma)).
c.       Gejala
Gejala urethritis dapat berupa rasa sakit atau sensasi terbakar setelah kencing (dysuria), keluarnya cairan putih/keruh dari urinari dan perasaan ingin selalu kencing. Untuk laki-laki, gejalanya berupa keluarnya cairan yang tidak biasa dari penis, rasa terbakar atau perih ketika kencing, gatal, iritasi, atau kesakitan, dan pada celana dalam bagian depan dapat dijumpai noda.
Pada Perempuan, gejalanya berupa keluarnya cairan yang tidak biasa dari vagina, rasa terbakar atau perih ketika kencing, dan infeksi anal atau mulut. Sakit abdominal (di sekitar perut) dan pendarahan vagina yang abnormal mungkin merupakan indikasi bahwa infeksi telah berkembang menjadi Pelvic Inflammatory Disease (peradangan pada sekitar rahim). Namun demikian, kadang-kadang NGU tidak menunjukkan gejala (khususnya pada perempuan).
d.      Diagnosis
Secara historis, mudah untuk mengetahui keberadaan gonorea dengan melihat Gram’s stain (metode empirik pembeda bakteri) cairan urethral di bawah mikroskop: organisme kausatif yang berbeda adalah dalam rupa; namun metode ini hanya bekerja efektif pada laki-laki, karena dalam vagina perempuan mikroba-mikroba non-patogen gram-negatif menjadikan gambaran mikroskopis tampak sebagai flora normal. Oleh karena itu, penyebab utama urethritis (pada laki-laki) dapat diidentifikasi dengan tes sederhana.
NGU didiagnosis jika seseorang dengan kondisi urethritis tidak memiliki tanda-tanda keberadaan bakteri gonorea di tes laboratorium. Yang paling sering menyebabkan NGU (23% -55% dari kasus) adalah Chlamydia. Oleh sebab itu diperlukan beberapa tes untuk memastikan penyebab NGU itu.
e.       Pencegahan
Penggunaan kondom (latex condom) yang konsisten dan benar, sangat mengurangi kemungkinan penularan NGU.

f.       Pengobatan
Pengobatan didasarkan pada resep dan penentuan antibiotik yang tepat tergantung pada strain dari ureaplasma. Karena ini merupakan multi-kausatif alamiah, awal pengobatan/terapi menggunakan strategi melibatkan berbagai antibiotik yang efektif terhadap Chlamydia (seperti doxycycline). Adalah penting dalam pengobatan ini juga melibatkan pasangan seksual (ikut diobati juga). Perempuan yang terinfeksi organisme yang menyebabkan NGU dapat mengembangkan pelvic inflammatory disease. Jika gejala berlanjut, tindak lanjut dengan urologist mungkin diperlukan untuk mengetahui penyebabnya. Jika tidak diobati, komplikasi dapat berupa epididymitis infertility (kemandulan).

8.      Moluskum Kontagiosum
a.      Definisi
Moluskum kontagiosum merupakan suatu penyakit infeksi virus pada kulit yang disebabkan oleh virus golongan poxvirus genus Molluscipox dengan wujud klinis berupa benjolan pada kulit atau papul-papul multiple yang berumbilikasi di tengah, mengandung badan moluskum, serta dapat sembuh dengan sendirinya.
b.      Etiologi
Moluskum kontagiosum disebabkan oleh suatu virus dari golongan poxvirus. Dalam taksonomi, virus ini termasuk dalam ordo Poxviridae, famili Chordopoxvirinae, genus Molluscipox virus, spesies Molluscum contagiosum virus (MOCV). Virus ini termasuk golongan double strained DNA (dsDNA).
Virion dari MOCV ditemukan dengan struktur beramplop, berbentuk seperti bata dengan ukuran 320x250x200 nm. Partikel virus ini terdiri dari 2 bentuk infeksius yang berbeda, yaitu internal mature virus (IMV) dan external enveloped virus (EEV).
Virus ini memiliki struktur genome linier, dengan dsDNA kira-kira 190 kB, genome linier diapit degan sekuens inverted terminal repeat (ITR) yang secara kovalen saling terikat pada ujung-ujungnya.
Proses replikasi virus ini terjadi di sitoplasma. Virus akan menyisip ke glycosaminoglycans (GAGs) pada permukaan sel target atau oleh komponen matriks ekstraseluler, kemudian memicu fusi membran, dan melepaskan inti virus ke dalam sitoplasma. Pada fase awal, gen awal ditranskripsi di sitoplasma oleh polymerase RNA virus, ekspresi gen awal akan terbentuk 30 menit pascainfeksi. Ekspresi paling akhir adalah tidak terselubungnya inti virus dan genom virus sekarang sudah benar-benar bebas di sitoplasma. Fase intermediet, gen intermediet akan diekspresikan di sitoplasma, memicu terjadinya replikasi DNA genom kira-kira 100 menit pascainfeksi. Dan yang terakhir adalah fase akhir, gen akhir diekspresikan dalam waktu 140 menit sampai dengan 48 jam pascainfeksi, memproduksi struktur protein virus lengkap.
Pembentukan virion progenik dimulai saat terdapat penyatuan antara membran internal sel yang terinfeksi, dan menghasilkan partikel sferis imatur. Partikel ini kemudian menjadi matur dengan menjadi struktur IMV yang menyerupai bata. Virion IMV dapat dilepas melalui lisisnya sel, kemudian dapat memperoleh membran dobel kedua dari trans-Golgi dan tunas yang kemudian dikenal sebagai EEV.
Menurut subtipe MOCV, terdapat 4 subtipe, yaitu MOCV I, MOCV II, MOCV III, dan MOCV IV. Subtipe MOCV I yang lebih sering menyebabkan infeksi, kira-kira sekitar 75-90%. Sedangkan MOCV II, III, dan IV akan menyebabkan moluskum kontagiosum jika pada orang-orang dengan keadaan imunitas immunocompromised.
c.       Penularan
Secara umum, memang penularan moluksum kontagiosum adalah melalui kontak langsung dari orang ke orang melalui barang-barang, seperti misalnya pakaian, handuk, alat cuci atau alat mandi. Selain itu, moluskum kontagiosum juga dapat ditularkan melalui kontak olahraga. Saat seseorang menyentuh lesi di suatu bagian tubuh, kemudian dia menyentuhkannya ke bagian tubuh lainnya, makanya akan dapat menyebarkan MOCV juga, proses ini disebut sebagai autoinokulasi. Jika yang terkena adalah daerah wajah, saat mencukur kumis atau jenggot juga dapat menyebarkan virus. Meskipun penularannya secara umum tergolong rendah, tetapi tidak diketahui berapa lama seseorang yang terinfeksi dapat menularkan atau menyebarkan virus tersebut. Tungau juga bisa menjadi kemungkinan penyebaran virus penyebab moluskum kontagiosum.
Jika terdapat suatu kejadian luar biasa atau wabah moluskum kontagiosum, maka perlu diperhatikan beberapa kemungkinan penularannya, yaitu :
1)      Kolam renang
2)      Kontak saat olahraga (misalnya gulat)
3)      Proses pembedahan (tangan seorang ahli bedah yang terkena moluskum kontagiosum)
4)      Proses tato
5)      Hubungan seksual; lesi moluskum kontagiosum oleh karena hubungan seksual biasanya berkembang dalam jangka waktu 2-3 bulan setelahnya. Jika ada anak-anak dengan lesi moluskum kontagiosum di daerah genital, maka bisa curiga ke arah kekerasan seksual pada anak.
d.      Patogenesis
Inkubasi rata-rata moluskum kontagiosum adalah 2-7 minggu, dengan kisaran ekstrim sampai 6 bulan. Infeksi dan infestasi MOCV menyebabkan hyperplasia dan hipertrofi epidermis. Inti virus bebas dapat ditemukan pada epidermis. Jadi pabrik MOCV berlokasi di lapisan sel granular dan malphigi. Badan moluskum banyak mengandung virion MOCV matur yang banyak mengandung struktur collagen-lipid-rich saclike intraseluler yang diduga berperan penting dalam mencegah reaksi sistem imun host untuk mengenalinya. Ruptur dan pecahnya sel yang mengandung virus terjadi pada bagian tengah lesi. MOCV menimbulkan tumor jinak selain juga menyebabkan lesi pox nekrotik.
e.       Manifestasi klinis
Pada kulit akan tampak lesi umbilikata yang multipel. Lesi tersebut papul berbatas tegas, licin, dan berbentuk kubah (dome shaped) sewarna kulit. Ukuran papul bervariasi dari 2-6 milimeter. Di bagian tengah lesi, biasanya terdapat lekukan (delle) kecil, berisi bahan seperti nasi dan berwarna putih yang merupakan cirri khas dari moluskum kontagiosum.
Benjolan biasanya tidak terasa gatal, tidak terasa nyeri. Namun papul bisa meradang, misalnya karena garukan, sehigga teraba hangat dan berwarna kemerahan. Jika terjadi infeksi sekunder, bisa terjadi supurasi. Lokasi bisa di wajah, badan, kadang-kadang pada perut, bagian bawah perut, dan genitalia.
Pasien anak dengan dermatitis atopik, 10% mengalami moluskum kontagiosum, dan bisa mengalami perluasan. Namun, prevalensi moluskum kontagiosum pada anak dengan dermatitis atopik, memiliki hubungan langsung yang rendah. Walaupun luas daerah yang terkena moluskum kontagiosum pada anak dengan dermatitis atopik lebih besar dibandingkan dengan anak tanpa dermatitis atopik, tetapi dalam suatu penelitian Seize, dkk tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik.
f.       Gejala
1)      Gejala subyektif
Biasanya penyakit ini tidak memberikan gejala ( asymptomatik ). Hanya pada lesi yang berukuran besar (giant moluskum contagiosum ) karena sesuatu trauma (tergaruk,tersinggung) bisa mengalami infeksi sekunder yang mengakibatkan terjadinya pustule,kadang-kadang menyerupai bisul (furuncle ).
2)      Gejala obyektif
Lesi merupakan papula lunak yanag berdiameter 1-5 mm,bisa juga sampai 1,5 cm ( giant moluskum contagiosum ),terpisah-pisah,warna kulit putih/mutiara,kadang-kadang merah jambu atau abu-abu,berkilat menonjol,kelihatan seperti lilin yang pada bagian tengahnya membentuk cekungan menyerupai kawah dan ditempati sempalan putih hingga menyerupai pusat ( umblication ).
g.      Pengobatan
1)      Dikuret dengan menggunakan kuret tajam atau disayat dengan pisau,mempergunakan atau tanpa anestesi local.
2)      Cryotherapi lebih di sukai , yaitu dengan mmepergunakan nitrogen cair disemprotkan pada tiap lesi atau menggunakan es kering.
3)      Cantharidin 0,9% ditutup dengan plaster blender pada malam hari.
4)      Elektrodikasi (ED) .
5)      Ditusuk dengan jarum atau scalpel kemudiaan isinya dipijat/dikeluarkan

9.      Lymphogranuloma Venereum
a.         Definisi
Lymphogranuloma venereum (LGV), juga dikenal sebagai lymphopathia venerea,tropical Bubo , climatic Bubo, strumous Bubo, poradenitis inguinales, penyakit Durand-Nicolas-Favre dan lymphogranuloma inguinale, adalah penyakit seksual yang disebabkan oleh invasi serovars L1, L2, L3 atau dari Chlamydia trachomatis.
LGV adalah merupakan infeksi utama pada lymphatics dan kelenjar getah bening. Chlamydia trachomatis adalah bakteri yang bertanggung jawab untuk LGV. bakteri ini masuk melalui luka di kulit, atau bisa juga menyusup pada lapisan sel epithelial dari membran yang berlendir.
Di negara-negara berkembang, penyakit ini dianggap langka sebelum 2003. Namun, beberapa kejadian di Belanda antara laki-laki gay telah menyebabkan penderita LGV meningkat di Eropa dan Amerika Serikat. Sebagian besar dari pasien LGV memiliki infeksi HIV juga di dalam tubuh mereka. Varian LGV yaitu L2B serovar telah teridentifikasi juga di Australia.
b.        Tanda-tanda dan gejala
1)      Inokulasi pada lapisan lendir dari organ seks eksternal (penis dan vagina) dapat mengakibatkan sindrom inguinal setelah pembentukan buboes atau abscesses (semacam kutil-bisul) di wilayah kunci paha (inguinal) tempat di mana Kelenjar getah bening berada. Tanda-tanda ini biasanya muncul 3 hari untuk satu bulan setelah terkena.
2)      sindrom dubur yang timbul jika infeksi terjadi pada mukosa dubur (melalui seks anal), ini dicirikan oleh gejala proctocolitis (peradangan) pada daerah yang terinfeksi tersebut.
3)      Sindrom pharyngeal yang langka, dimulai setelah infeksi pada jaringan pharyngeal dan buboes di wilayah leher.
c.         Pengobatan dan Pencegahan LGV 
LGV dapat diobati dengan doksisiklin selama 21 hari eritoromisin atau azitromisin. Doksisiklin tidak boleh diberikan pada perempuan hamil atau ibu yang menyusui anaknya.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan jika penderita sedang mendapatkan pengobatan dengan antibiotik, misalnya untuk mengeluarkan nanah abses dengan aspirasi, eksisi striktura rektum, vulvektomi jika terjadi elefantiasis genital.
Pencegahan dilakukan dengan tidak melakukan kontak seksual dan tidakan pencegahan penularan penyakit kelamin (STD) lainnya.
10.  Herpes
a.         Definisi
Penyakit herpes disebabkan oleh virus yaitu Herpes simplek tipe 1 (HSV-1) atau Herpes simplek tipe 2 (HSV-2). Kedua Herpes ini mempunyai inti DNA ganda yang dikelilingi oleh lapisan protein yang menunjukkan simetri ikosahedral dan mempunyai 162 kapsomer. Nukloeokapsida dikelilingi oleh  suatu selubung yang dihasilkan oleh membran inti dari sel yang terinfeksi dan mengandung glikoprotein virus berbentuk paku dengan panjang kurang lebih 8 nm. Struktur yang tidak terbentuk kadang-kadang asimetri diantara kapsid dan selubung membentuk tegument. Bentuk selubung berukuran 120 nm sampai dengan 200 nm. Virus ini memiliki sifat-sifat yang penting diringkas sebagai berikut.
-          Virion             : Bulat, berdiameter 120-200nm
-          Genom           : DNA untai ganda, linear
-          Protein            : Lebih dari 35 protein dalam prion
Ciri-ciri yang menonjol : HSV-1 menyebar melalui kontak, biasanya melibatkan air liur yang terinfeksi, sedangkan HSV-2 ditularkan secara seksual atau dari infeksi kelamin ibu ke anaknya yang baru lahir.
Akibat yang ditimbulkan dari penyakit herpes ini adalah berupa luka pada kulit yang terkena virus, disertai dengan rasa nyeri serta panas, kemudian diikuti dengan lepuhan seperti luka bakar. Lepuhan-lepuhan kulit yang menjadi ciri khas herpes akan mengelupas dengan atau tanpa pengobatan. Terkadang penderita tetap merasa nyeri dan panas meskipun lepuhan-lepuhan itu sudah kering dan mengelupas. Hal itu disebabkan karena virus herpes menyerang bagian saraf.
Secara periodik, virus ini akan kembali aktif dan mulai berkembangbiak, seringkali menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi yang sama dengan infeksi sebelumnya. Virus juga bisa ditemukan di dalam kulit tanpa menyebabkan lepuhan yang nyata, dalam keadaan ini virus merupakan sumber infeksi bagi orang lain. Timbulnya erupsi bisa dipicu oleh pemaparan cahaya, demam, stres fisik atau emosional, penekanan system kekebalan, dan obat-obatan atau makanan tertentu. Pada beberapa kasus, herpes genital biasanya tidak tidak menunjukka gejala sehingga penderita tidak mengetahui bahwa ia menghidap herpes.

b.        Gejala
Gejala awal dari herpes genital, antara lain:
-          Rasa gatal dan terbakar di daerah genital atau anal
-          Rasa sakit sekitar kaki, pantat atau daerah genital
-          Keluarnya cairan dari vagina
-          Adanya perasaan seperti tertekan di daerah perut
Herpes kambuh ditandai dengan adanya kesemutan, rasa tidak nyaman, yang dirasakan beberapa jam sampai 2-3 hari sebelum timbulnya lepuhan. Lepuhan yang dikelilingi oleh daerah kemerahan dapat muncul dimana saja pada kulit atau selaput lender, tetapi lebih sering ditemukan di dalam dan disekitar mulut, bibir, dan alat kelamin. Lepuhan (yang biasanya terasa nyeri) cenderung membentuk kelompok yang bergabung satu sama lain membentuk sebuah kumpulan yang lebih besar.
c.         Mekanisme Terjadinya Herpes
Herpes dapat terjadi melalui kontak kulit dengan penderita. Jika seseorang  mempunyai herpes di mulutnya kemudian ia mencium orang lain, maka orang itu dapat terkena herpes pula. Jika ia melakukan oral seks, maka herpes tersebut dapat menular ke kelamin walaupun kemungkinan menularnya lebih kecil dibandingkan jika terjadi kontak antar kelamin (hubungan seksual). Virus herpes mempunyai sifat yang berbeda-beda, ada yang menyukai daerah mulut dan ada pula yang menyukai bagian kelamin.
Cara-cara infeksi yang dilakukan HSV ada 2 yaitu infeksi primer dan infeksi laten.
1)   Infeksi primer
HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang dikeluarkan oleh seseorang. Untuk menimbulikan infeksi, virus harus menembus permukaan mukosa atau kulit yang terluka (kulit yang tidak terluka bersifat resisten). Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui saluran pernapasan atau melalui kontak langsung dengan air liur yang terinfekisi. HSV-2 biasanya ditularkan secara seksual. Perkembangbiakan virus terjadi pertama kali di tempat infeksi. Virus kemudian memasuki ujung saraf setempat dan dibawa melalui aliran akson ke ganglion dorsalis, tempat terjadinya perkembangbiakan selanjutnya, dan bersifat laten.
Infeksi HSV primer biasanya ringan, pada kenyataannya, sebagian besar bersifat asimtomatik. Jarang terjadi penyakit sistemik. Penyebaran ke organ-organ lain dapat terjadi jika system imun inang terganggu, dan hal ini tidak dapat menahan perkembangbiakan inang.
2)   Infeksi laten
Virus terdapat pada ganglia yang terinfeksi secara laten dalam stadium non replikasi, hanya sedikit gen virus terekspresikan. Virus menetap pada ganglia yang terinfeksi secara laten sampai akhir hidup inang. Tidak dapat ditemukan virus ditempat kekambuhan atau didekat tempat biasanya lesi kambuh. Perangsangan yang provokatif dapat mengaktifkan kembali virus dari stadium laten, virus kemudian mengikuti jalannya akson kembali ke perifer, dan melakukan perkembangbiakan di kulit atau selaput mukosa. Terjadi pengaktifan kembali secara spontan walaupun terdapat imunitas seluler dan humoral yang spesifik pada inang. Namun, imunitas ini dapat membatasi perkembangbiakan virus setempat sehingga kekambuhan lesi tidak begitu luas dan tidak begitu berat. Banyaknya kekambuhan bersifat asimtomatik, diperlihatkan hanya oleh pelepasan virus dalam sekresi. Bila bersifat simtomatik, episode kekambuhan infeksi HSV-1 biasanya termanifestasi sebagai cold sores (demam lepuh) di dekat bibir. Dasar molekuler pengaktifan kembali ini tidak diketahui, secara efektifmenimbulkan perangsangan antaralain luka pada akson, demam, tekanan fisik atau emosi, dan pemaparan terhadap sinar ultraungu.
d.        Upaya Pencegahan
Untuk menghindari Penyakit Menular Seks seksual yang disebabkan oleh virus herpes simpleks, yang paling mudah adalah tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang telah terinfeksi PMS. Namun hal ini tentunya tidak mudah dilakukan. Dibawah ini dapat dicoba menyampai upaya pencegahan antara lain sebagai berikut:
-          Selalu menjaga higienis ( kebersihan/kesehatan) organ genetalia (atau alat kelamin pria dan wanita secara teratur).
-          Setia kepada pasangannya, dengan tidak berganti-ganti pasangan.
-          Jangan lupa menggunakan kondom, bila pasangan kita sudah terinfeksi PMS
-          Mintalah jarum suntik baru setiap kali menerima pelayanan medis yang menggunakan jarum suntik.
Tindakan berikut bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya herpes labialis adalah sebagai berikut:
-          Menghindari kontak langsung dengan cold sore atau luka herpes lainnya.
-          Memperkecil kemungkinan terjadinya penularan secara tidak langsung dengan cara mencuci benda-benda yang telah digunakan oleh penderita dengan air panas (lebih baik direbus).
-          Tidak memakai benda bersama-sama dengan penderita herpes, terutama ketika lukanya sedang aktif.
-          Menghindari faktor pencetus (misalnya sinar matahari).                 
e.         Pengobatan
Tujuan pengobatan pada herpes primer adalah untuk mengurangi rasa sakit, sehingga penderita bisa tidur, makan dan minum secara normal.
Rasa nyeri bisa menyebabkan anak tidak mau makan dan tidak mau minum; bila disertai demam, hal ini bisa dengan segera menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Karena itu anak yang sakit harus minum cairan sebanyak mungkin.
Untuk mengurangi nyeri pada penderita dewasa atau anak yang lebih besar, bisa digunakan obat kumur anestetik (misalnya lidokain). Atau bisa juga digunakan obat kumur yang mengandung baking soda. Pengobatan pada herpes sekunder akan efektif bila dilakukan sebelum munculnya luka, yaitu segera setelah penderita mengalami gejala prodroma. Mengkonsumsi vitamin C selama masa prodroma bisa mempercepat hilangnya cold sore.
Melindungi bibir dari sinar matahari secara kangsung dengan menggunakan topi lebar atau dengan mengoleskan balsam bibir yang mengandung tabir surya, bisa mengurangi kemungkinan timbulnya cold sore. Sebaiknya penderita juga menghindari kegiatan dan makanan yang bisa memicu terjadinya infeksi ulangan. Penderita yang sering mengalami infeksi ulangan bisa mengkonsumsi lisin.Salep asiklovir bisa mengurangi beratnya serangan dan menghilangkan cold sore lebih cepat. Balsam bibir seperti jelly petroleum dapat menghindari bibir pecah-pecah dan mengurangi resiko tersebarnya virus ke daerah di sekitarnya. Untuk mencegah terjadinya infeksi oleh bakteri, maka antibiotik diberikan kepada penderita dewasa yang memiliki luka hebat. Untuk kasus-kasus yang berat dan untuk penderita yang memiliki kelainan sistem kekebalan, bisa diberikan kapsul asiklovir. Kortikosteroid tidak digunakan untuk mengobati herpes simpleks karena bisa menyebabkan perluasan infeksi.



BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.      Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks.  PMS ditularkan melalui pertukaran cairan tubuh. Selain melalui kontak seksual, PMS juga dapat menular lewat penggunaan bersama jarum suntik  dan dari ibu ke anak sebelum, selama atau setelah persalinan.
2.      Cara penularan Penyakit Menular Seksual ini terutama melalui hubungan seksual yang tidak terlindungi, baik pervaginal, anal, maupun oral. Cara penularan lainnya secara perinatal, yaitu dari ibu ke bayinya, baik selama kehamilan, saat kelahiran ataupun setelah lahir. Bisa melalui transfuse darah atau kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah.  
3.      Etiologi penyakit menular seksual terbagi menjadi 4 golongan yaitu golongan bakteri, virus, protozoa dan ektoparasit.
4.      Gejala penyakit menular beragam misalnya keluar cairan/keputihan yang tidak normal dari vagina atau penis, Pada pria, rasa panas seperti terbakar atau sakit selama atau setelah kencing, Luka terbuka dan atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut, Tonjolan kecil-kecil (papules) disekitar alat kelamin serta kemerahan di sekitar alat kelamin
5.      Beberapa cara yang bisa dilakukan dalam rangka pencegahan penyakit menular seksual adalah bersikap setia dengan pasangan, memastikan jarum suntik yang kita pakai steril, dan menjaga kesehatan organ intim.
6.      Jenis – jenis penyakit menular seksual yaitu HIV/AIDS, Sifilis, Gonore, Chlamydia, Trikomoniasis, Chancroid, Non-Genococcal urethritis, Moluskom kontagiomus, Lymphogranuloma venereum, dan Herpes.
B.  Saran
Untuk terhindar dari penyakit menular seksual maka hindarilah berganti-ganti pasangan dan lebih memperhatikan kebersihan daerah kelamin.

DAFTAR PUSTAKA

http://rspenyakitkelamin.blogspot.com/2014/06/macam-penyakit-yang-disebabkan_29.htmlhttp://www.miamichiropracticclub.com/images/std2.jpg
Jduanda,Adhi. 2007.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Jakarta: EGC



1 komentar:

  1. Obat herbal Dr. imoloa yang hebat adalah obat penyembuhan yang sempurna untuk Virus HIV, saya mendiagnosis HIV selama 8 tahun, dan setiap hari saya selalu mencari penelitian untuk mencari cara sempurna untuk menghilangkan penyakit mengerikan ini karena saya selalu tahu bahwa apa yang kita butuhkan karena kesehatan kita ada di bumi. Jadi, pada pencarian saya di internet saya melihat beberapa kesaksian berbeda tentang bagaimana Dr. imoloa dapat menyembuhkan HIV dengan obat herbal yang kuat. Saya memutuskan untuk menghubungi pria ini, saya menghubunginya untuk obat herbal yang saya terima melalui layanan kurir DHL. Dan dia membimbing saya bagaimana caranya. Saya memintanya untuk solusi minum obat herbal selama dua minggu. dan kemudian dia menginstruksikan saya untuk pergi memeriksa yang saya lakukan. lihatlah aku (HIV NEGATIF). Terima kasih Tuhan untuk dr imoloa telah menggunakan obat herbal yang kuat untuk menyembuhkanku. ia juga memiliki obat untuk penyakit seperti: penyakit parkison, kanker vagina, epilepsi, Gangguan Kecemasan, Penyakit Autoimun, Nyeri Punggung, Keseleo, Gangguan Bipolar, Tumor Otak, Ganas, Bruxisme, Bulimia, Penyakit Disk Serviks, Penyakit Kardiovaskular, Penyakit Kardiovaskular, Neoplasma, kronis penyakit pernapasan, gangguan mental dan perilaku, Cystic Fibrosis, Hipertensi, Diabetes, asma, radang sendi yang dimediasi autoimun yang dimediasi. penyakit ginjal kronis, penyakit radang sendi, sakit punggung, impotensi, spektrum alkohol feta, Gangguan Dysthymic, Eksim, kanker kulit, TBC, Sindrom Kelelahan Kronis, sembelit, penyakit radang usus, kanker tulang, kanker paru-paru, sariawan, kanker mulut, tubuh nyeri, demam, hepatitis ABC, sifilis, diare, Penyakit Huntington, jerawat punggung, gagal ginjal kronis, penyakit addison, Penyakit Kronis, Penyakit Crohn, Cystic Fibrosis, Fibromyalgia, Penyakit Radang Usus Besar, penyakit kuku jamur, Penyakit Kelumpuhan, penyakit Celia, Limfoma , Depresi Besar, Melanoma Ganas, Mania, Melorheostosis, Penyakit Meniere, Mucopolysaccharidosis, Multiple Sclerosis, Distrofi Otot, Rheumatoid Arthritis, Penyakit Alzheimer, email- drimolaherbalmademedicine@gmail.com / hubungi atau {whatssapp ..... +2347081986098. }

    BalasHapus